BERITA

Dana Aspirasi Jadi Celah Transaksional DPR dan Pemda

Dana Aspirasi Jadi Celah Transaksional DPR dan Pemda

KBR, Jakarta - Usulan Dana Aspirasi DPR dinilai tumpang tindih dengan fungsi anggaran lain. Direktur Riset Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran FITRA, Yenny Sucipto mengatakan, pemerintah sebelumnya sudah mengalokasikan dana reses, yang salah satu fungsinya adalah untuk penyerapan aspirasi.

"Penyerapan aspirasi itu sudah difasilitasi negara dalam bentuk reses. Apa bedanya reses dengan dana aspirasi, pemerintah sudah memasukkan anggaran untuk penyerapan aspirasi. Itu catatan pertama kita," jelas Yenny kepada KBR, Rabu (10/6/2015).


Itu sebab Yenny menilai tak perlu lagi ada usulan dana aspirasi. Dia curiga, program tersebut nantinya akan menjadi celah transaksional baru antara Badan Anggaran DPR dengan Pemerintah Daerah.


"Catatan kedua, transfer fiskal dari pusat ke daerah itu sudah sangat banyak. Yang perlu dipahami adalah transfer fiskal itu sudah banyak, contohnya dana alokasi khusus, kemudian ada dana penyesuaian, belum lagi nanti ada dekonsentrasi tugas pembantuan yang melekat di kementerian dan lembaga. Belum lagi nanti dana desa," tambahnya.


Yenny menambahkan, indikator anggota DPR penerima dana aspirasi pun dinilai tak jelas. Sampai saat ini, kata dia, hanya ada ketetapan bahwa tiap anggota dewan bisa mendapatkan dana aspirasi daerah pemilihan sebanyak Rp15 hingga Rp20 miliar, namun dasar hitungan itu tidak jelas.


Sebelumnya, Badan Anggaran DPR meminta dana aspirasi daerah pemilihan dinaikkan. Jika dikalikan 560 anggota DPR, perkiraannya dana ini mencapai Rp 11,2 triliun. Ketua Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit meyakini tidak akan ada penyelewengan dana oleh anggota DPR. Sebab, dana nantinya disetorkan ke pemerintah daerah.




Editor: Quinawaty Pasaribu 

  • dana aspirasi DPR
  • Badan Anggaran
  • FITRA
  • Yenny Sucipto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!