BERITA

Buka Rekaman Kriminalisasi KPK, ICW Bentuk Petisi

"Dalam petisi tersebut, publik akan meminta Mahkamah Konstitusi untuk berinisiatif meminta rekaman tersebut. "

Penyidik KPK Novel Baswedan
Penyidik KPK Novel Baswedan (kedua kiri) didampingi penasehat hukumnya ketika menjalani sidang gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan. ANTARA FOTO

KBR, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil segera membuat petisi yang isinya meminta rekaman kriminalisasi terhadap penyidik dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibuka di persidangan.

Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan, dalam petisi tersebut, publik akan meminta Mahkamah Konstitusi untuk berinisiatif meminta rekaman tersebut.


"Rencananya kita akan mendesak pertama kepada hakim MK dan kedua kepada KPK. Ketika dibuka di persidangan, KPK berkewajiban menuruti itu," katanya kepada KBR, Senin (8/6/2015).


Menurutnya, KPK tidak bisa menolak jika ada permintaan langsung dari hakim MK.


"Karena KPK terikat untuk membuka itu, dan KPK tidak bisa menolak. Jadi bargainingnya lebih tinggi ketika diminta MK," tambah Lalola.


Ia mengaku tidak mengetahui persis pemegang rekaman tersebut. Namun, seperti infomasi dari penyidik senior KPK Novel Baswedan, rekaman tersebut hanya bisa dibuka oleh para pimpinan KPK.


Sebelumnya, pegiat antikorupsi menyebut ada sebuah rekaman yang dapat membuktikan kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Rekaman tersebut, disampaikan penyidik KPK Novel Baswedan dalam sidang uji materi Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi pada 25 Mei.


Rekaman tersebut bisa jadi kunci dalam konflik kepentingan terhadap Komisioner nonaktif KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, serta Novel Baswedan.




Editor: Quinawaty Pasaribu 

  • KPK
  • Abraham Samad
  • Bambang Widjojanto
  • Novel Baswedan
  • ICW
  • Lalola Easter

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!