BERITA
7 Kasus Pelanggaran HAM Harus Dituntaskan di Pengadilan
"Menurut Komisioner Komnas HAM Manager Nasution, sejumlah kasus perlu diadili, misalnya untuk kasus Talangsari."
KBR, Jakarta - Komnas HAM mengingatkan pemerintah untuk tidak
menyelesaikan tujuh kasus pelanggaran HAM masa lalu hanya dengan jalan
rekonsiliasi. Sebab menurut Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution,
sejumlah kasus perlu diadili misalnya untuk kasus Talangsari. Ini
karena para pelaku dan orang di balik peristiwa itu masih hidup,
sehingga harus diseret ke pengadilan. Sementara penyelesaian melalui
rekonsiliasi biasanya memutihkan kasus-kasus tersebut hanya dengan
memberikan ganti rugi pada korban.
"Yang
harus kita waspadai memang tidak boleh digeneralisasi. Bahwa semua
kasus harus dengan rekonsiliasi. Dari tujuh kasus itu kalau didekati satu
per satu itu diagnosisnya berbeda, karena momentum sejarah dan aktornya
berbeda," kata Manager kepada KBR, Selasa (2/6/2015).
Sedangkan
untuk kasus 1965, Manager menilai bisa diselesaikan melalui
rekonsiliasi. Karena pro-kontra dan daya penolakan dari masyarakat
berpotensi cukup tinggi. Selain itu banyak pula saksi dan pelaku yang
sudah meninggal.
Komnas HAM juga mendukung pemerintah yang menyatakan
akan menyelesaikan tujuh kasus pelanggaran HAM masa lalu sebelum 17 Agustus
2015. Tujuh kasus itu antara lain peristiwa 1965, Talangsari,
penghilangan paksa beberapa aktivis pada 1997-1998 dan tragedi Trisakti.
"Yang penting sebetulnya dari tujuh kasus ini ada progres yang
sudah dilakukan oleh bangsa ini. Dalam pandangan saya syukur banget
kalau selesai semua sebelum 17 Agutus 2015. Kalau ada komitmen begitu,
dan itu serius kita dukung lah walaupun tentu ada pro kontra. Tapi tugas
negara lah untuk menjelaskan," jelas Manager.
Editor: Damar Fery Ardiyan
- HAM
- Talangsari
- Pelanggaran
- Penyelesaian kasus
- Komnas HAM
- Toleransi
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!