NASIONAL

Tengah Tersiksa tapi Tampak Tegar

"Terlihat tenang dipermukaan, namun bergejolak di bawah permukaan"

Diskusi Psikologi (Disko)

KBR, Jakarta- Kaki mengayuh keras di bawah air, tapi wajah tampak tenang di permukaan. Mungkin perumpamaan gaya bebek yang tengah berenang, bisa dijadikan gambaran situasi seseorang yang nampak tenang. Namun sebenarnya, dia mengalami waktu dan perjuangan yang berat dalam hidupnya meski tak terlihat di permukaan. Kondisi inilah yang kemudian disebut duck syndrome.

Melansir laman Hello Sehat dari Kementerian Kesehatan, istilah ini pertama kali ditemukan di Universitas Stanford. Dimana sindrom ini banyak terjadi pada kalangan remaja yang masih bersekolah atau berkuliah, dan orang-orang dewasa muda yang baru memulai karirnya di dunia kerja.

Kenapa Sindrome Ini Bisa Terjadi?

Menurut Psikolog Tiffany Chandra, istilah duck syndrome terkenal lantaran maraknya penggunaan media sosial. 

"Jadi kita lihatnya kayak ya orang ini nyantai, orang ini tenang-tenang aja. Tapi seperti bebek tadi, dia tuh sebenarnya di bawahnya itu lagi berusaha keras. Kalau tadi kan bebeknya mendayung dengan keras gitu ya, jadi kakinya itu kan harus kepak-kepak terus. Kalau enggak dia tenggelam gitu. Nah ini sama kayak manusia, yang manusia itu berusaha dengan keras sebenarnya. Manusia ini berusaha memenuhi standar dari masyarakat. Yaitu tadi ada nilai, kemudian misalnya prestasi, atau tuntutan sosial lainnya. Kan kita sekarang, karena terpapar oleh sosmed tadi juga ya. Ada banyak banget nih standar yang kita rasa, aku harus jadi kayak mereka, aku harus jadi kayak gitu," ujar Tiffany dalam Podcast Diskusi Psikologi "Disko", (19/1/2022).

Baca juga:

Ketika Meragukan Kesuksesan Sendiri

Menyoal Kasus TikToker Asal Lampung yang Dilaporkan Pakai UU ITE

Ketakutan Setengah Mati akan Kematian

Psikolog Tiffany Chandra melihat duck syndrome sebagai usaha seseorang terlihat sempurna atau pun diterima di masyarakat. Salah satu penyebabnya, adalah besarnya tuntutan.

"Karena tadi ada standar-standar dari masyarakat. Tapi keadaan kita pas-pasan, bisa jadi sumber stres yang pertama. Kemudian lingkungan baru, ketemu orang baru, perlu adaptasi terutama kalau misalnya, yang tadi konteks yang merantau ya. Kan ketemunya sama orang-orang baru tuh, ada yang mungkin budayanya berbeda sama kita. Ada yang mungkin perilakunya beda sama apa yang kita biasa alami di keluarga gitu. Jadi ada banyak banget tantangan di situ," pungkasnya.

Berikut tip menyelesaikan persoalan duck syndrome berdasarkan laman Alodokter dari Kemenkes:

  • Lakukan konseling dengan pembimbing akademik atau konselor di sekolah atau kampus.
  • Kenali kapasitas diri agar dapat bekerja sesuai dengan kemampuan.
  • Belajar untuk mencintai diri sendiri.
  • Jalani gaya hidup sehat, yakni dengan mengonsumsi makanan sehat, rutin berolahraga, serta menghindari rokok dan minuman beralkohol.
  • Luangkan waktu untuk melakukan me time atau relaksasi guna mengurangi stres.
  • Ubah pola pikir menjadi lebih positif dan berhenti membandingkan diri dengan orang lain.
  • Jauhi media sosial untuk beberapa waktu.

Lebih lanjut soal tips menghadapi dan mengenali duck syndrome. Mari simak podcast Disko (Diskusi Psikologi) di link berikut ini:

Tapi anda juga bisa mendengarkannya di aplikasi Spotify:

  • Tengah Tersiksa tapi Tampak Tegar
  • Duck syndrome
  • mental health
  • Psikologi
  • Diskusi Psikologi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!