NASIONAL

SOS: Menang Sepak Bola di SEA Games, Hanya Langkah Awal

"Semoga euforia saat ini menjadi stimulan bukan kemudian membuat para pemain star syndrome."

Astri Septiani

SEA Games
Timnas Indonesia U-22 saat meraih medali emas di SEA Games 2023 di Kamboja (16/5/2023). (Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja)

KBR, Jakarta - Pengamat sepak bola sekaligus Koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali mengapresiasi capaian Tim Nasional Indonesia U-22 yang telah berhasil meraih medali emas cabang sepak bola di SEA Games 2023.

Meski begitu, ia meminta agar euforia kemenangan tidak berlebihan. Sebab, capaian ini hanyalah langkah awal. Di depan masih ada banyak ajang sepak bola lain sehingga butuh upaya agar Timnas bisa memperbaiki kualitas dan mempertahankan gelar juara.

Bekas anggota TGIPF Tragedi Stadion Kanjuruhan ini juga menilai masih ada sejumlah PR yang mesti diselesaikan oleh Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk meningkatkan kualitas sepak bola Tanah Air.

Berikut selengkapnya wawancara Jurnalis KBR Astri Septiani, dengan pengamat sepak bola sekaligus Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali:

Gelar juara SEA Games jadi prestasi sendiri buat Indonesia dan ada euforia yang besar juga dari masyarakat Bagaimana catatan anda dari turnamen yang baru saja dijuarai ini agar tidak hanya jadi euforia sesaat?

Pertama-tama kita ucapkan selamat buat Timnas Indonesia U-22 yang telah meraih medali emas untuk penantian 32 tahun masa yang sangat panjang sekali dan sangat lama sekali. Kita sukses dengan rekor yang paripurna. Sebuah prestasi yang patut kita berikan apresiasi.

Tapi sekali lagi bahwa ini merupakan langkah awal. Bukan artinya kita juara SEA Games seperti kita juara Piala Dunia yang merupakan prestasi tertinggi di sepak bola.

SEA Games ini adalah prestasi antara karena yang memainkan adalah pemain-pemain yunior U-22. Yang paling penting kedepannya adalah semoga euforia saat ini menjadi stimulan bukan kemudian membuat para pemain star syndrome, para pengurus merasa tinggi hati sehingga melupakan tugas kedepannya yang lebih berat.

Karena mempertahankan itu sangat berat dibandingkan merebut. Apalagi misalnya SEA Games ke depan itu akan digelar pada 2025 di Thailand yang kita kalahkan di partai final.

Yang pastinya Thailand akan punya motivasi berlipat sebagai tuan rumah untuk mendapatkan kembali emas di piala dunia di SEA Games setelah mereka terakhir meraih 2017. Nah ini yang ke depan harus dijaga konsistensi dan juga kontinuitas dari Tim Nasional U-22 jangan sampai kemudian dari SEA Games kemudian prestasi tidak meningkat malah kemudian ambruk. Dan itu pernah kita alami di beberapa periode sebelumnya.

Baca juga:

- Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20, Indonesia Belum Cukup Dewasa

- Belajar dari Pembatalan Status Tuan Rumah Piala Dunia U-20

Ke depan masih ada banyak turnamen sepak bola internasional yang harus dihadapi lalu untuk bisa terus berprestasi meraih juara apa yang harus diperbaiki dari Timnas sepak bola Indonesia?

Bagaimanapun kalau kita bicara ini adalah golden generation. Sama sebenarnya dengan eranya Bima Sakti, Kurniawan Dwi Yulianto ketika dulu disebut sebagai golden generation.

Eranya Evan Dimas juga disebut golden generation, eranya Boas Solosa, dan Atep dulu disebut golden generation. Tapi hanya dua tiga tahun kemudian mereka hilang dari peredaran dan masing-masing tidak terdengar prestasinya di sepak bola nasional.

Nah ini yang harus menjadi PR ke depan buat PSSI kita mungkin seminggu ini bereuforia tapi kemudian mulai minggu depan kita harus sudah menyiapkan langkah-langkah terbaik untuk bisa berprestasi di ajang berikutnya.

Karena sudah menunggu misalnya kualifikasi Piala Asia U-23 yang merupakan cikal bakal untuk lolos ke Olimpiade. Kemudian juga ada Asian Games U-23, ada Olimpiade U-23 selain tentunya ada penampilan-penampilan di timnas senior mana pemain-pemain Yang ada potensial akan menjadi bagian pondasi dasar dari tim nasional senior kita di masa depan.

Jadi sekali lagi yang paling penting saat ini adalah bukan kemudian bereuforia berlebihan dan merasa bahwa prestasi sudah diraih segala-galanya. Yang penting bagaimana setelah euforia ini kita bisa menyiapkan tim nasional sepak bola kita menjadi tim nasional yang berprestasi. Jadi sepak bola kita nanti ke depan yang banyak dibicarakan adalah prestasinya bukan masalahnya.

Di dalam negeri sendiri masih ada banyak tantangan. Lalu apa masukan anda untuk ke PSSI serta upaya untuk meningkatkan kualitas sepak bola Indonesia?

Yang pertama itu kompetisinya dibuat sehat. Tidak ada rekayasa kompetisi lagi yang membuat mental para pemain jatuh, itu yang selama ini terjadi. Kenapa kemudian bibit-bibit potensial kita tidak bisa berkembang ya karena "kolamnya itu kotor". Juara-juara di kompetisi diatur dan sebagainya. Nah ini kemudian harus menjadi PR berat buat Pak Erick Thohir untuk bersih-bersih.

Kedua mungkin yang bagian dari saran saya adalah ada aturan baru di Liga 1 tentang memberikan kesempatan jam terbang kepada para pemain U-23 di kompetisi donestik minimal 40 menit. saya pikir harus diturunkan jangan U-23. Karena U-23 sudah senior jadi harus diturunkan bisa memberikan kesempatan U-18 atau 19 klub-klub bisa memberikan kesempata mereka bermain. Dengan begitu begitu nanti regenerasi tim nasional sepak bola kita bisa berjalan lebih cepat karena kita punya sudah punya bank data pemain muda lainnya untuk ditingkatkan kualitasnya U-19 kan piala dunia aja U-20.

Nah yang penting lagi ke depan harusnya dilanjutkan dengan Piala Dunia ya yang 20 Mei harusnya kick off besok gitu kan karena politik praktis sepak bola dikalahkan adalah jangan sampai kemudian sepak bola selalu dikalahkan oleh kepentingan-kepentingan politik. Kepentingan politik harus ikut membangun sepak bola kita menjadi sepak bola berprestasi. Jangan sampai kemudian sepak bola hanya dijadikan kendaraan tapi prestasinya diabaikan.

Editor: Fadli

  • SEA Games
  • Timnas U-22
  • SOS

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!