NASIONAL

Mental si Paling Flexing

"Flexing bisa dijadikan ajang bersaing atau cara untuk mendapatkan pengakuan orang lain."

Tim DIsko

Diskusi Psikologi (Disko)

KBR, Jakarta- Belakangan istilah flexing berseliweran di media sosial. Isitilah ini juga kerap digunakan pada para pejabat publik di kementerian atau instansi pemerintah yang kerap pamer harta kekayaannya di media sosial. 

Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan, Benny Sanjaya dikutip dari artikelnya di laman Ombudsman RI, 28 Maret 2023 turut mengomentari fenomena flexing di kalangan pejabat ini.

"Bagaimana rakyat bisa mempercayai, bahwa suatu kebijakan publik akan berorientasi mendahului kemanfaatan dan kesejahteraan umum, melalui cara yang aspiratif, selektif, akomodatif, serta tidak diskriminatif, apabila dihadapkan dengan fenomena pamer yang marak terjadi di lingkungan aparat maupun pejabat publik sendiri, dengan segala eksklusifitas serta kemewahannya, yang seolah bersikap siap dilayani, bukan siap melayani."


Baca juga:

Bokek Bikin Stres?

Heboh Coldplay dan Kebangkitan Bisnis Konser Musik

Cinderella Complex Tak Seindah Namanya

Apa Kata Psikolog?

Kepala Prodi Psikologi Fakultas Humaniora dan Bisnis Universitas Pembangunan Jaya (UPJ), Aries Yulianto, S.Psi., M.Si menganggap, flexing bisa dijadikan ajang bersaing atau cara untuk mendapatkan pengakuan orang lain.

"Dia mengalami yang namanya insecure gitu. Dia punya kekurangan atau kelemahan, dia tutupi dengan melakukan flexing. Jadi kelemahan atau kekurangan dia tadi itu jadinya tidak terlihat. Tapi yang barang-barang dipamerkan tadi itu wajib terlihat gitu. Itu untuk mengatasi insecure," ungkap Aries.

Namun Aries mengatakan, kita perlu membedakan perilaku flexing untuk tujuan pamer dengan tujuannya untuk menunjukkan prestasi.

"Jadi sebetulnya flexing yang tadi tujuannya pamer sih sebetulnya nggak wajar ya. Jadi beda nih mungkin antara tujuan kita pamer, tujuannya untuk menunjukkan prestasi gue. Itu jadi beda. Jadi kalau flexing yang tujuannya pamer sebetulnya nggak wajar. Tapi kalau flexing untuk menunjukkan prestasi kita, mungkin orang lain anggap kita flexing. Tapi sebetulnya bagi kita sendiri untuk menunjukkan ini prestasi saya loh, ini yang sudah saya dapatkan loh. Itu boleh-boleh saja sebetulnya begitu. Kalau tadi kembali ke pengertian dari flexing. Kalau misal cuma sekedar selfie, tapi tidak ada barang mahalnya. Sebetulnya nggak termasuk flexing ya," tutur Aries.

Aries menambahkan, perilaku pamer bisa mempengaruhi kesehatan mental kita.

"Kenapa sih pamer-pamer barang baru karena hasil dari kerja kerasnya? Ya bisa jadi dampaknya adalah self esteem menjadi meningkatkan. Udah bisa loh gitu, selama ini belum tapi ternyata bisa begitu kan. Di luar tadi alasannya mau balas dendam, mau bersaing, itu salah satunya begitu. Tapi ingat juga, ada juga pengaruhnya ke hal yang jeleknya ya begitu," terangnya.

Kalian bisa menyimak penjelasan yang lebih mendalam soal perilaku flexing dan pengaruhnya pada kesehatan mental pada podcast Dikusi Psikologi di link berikut ini:

  • Flexing
  • Trend Flexing

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!