NASIONAL

Kementerian PPPA Ungkap Dampak Buruk Perkawinan Anak

""Hampir 60-70% itu anak-anak itu langsung putus sekolah akibat kehamilan yang tidak diinginkan atau dipaksa menikah,""

Astri Yuanasari

perkawinan anak
Beberapa siswa membawa poster stop perkawinan anak di Semarang, Jawa Tengah, Senin, (20/11/2017). (FOTO: ANTARA/Aditya Pradana).

KBR, Jakarta- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyoroti dampak buruk akibat perkawinan anak. Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA, Rini Handayani mengatakan, perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak, karena akan menghambat anak dalam mendapatkan hak-haknya. Perkawinan anak juga sangat berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.

"Dari sisi pendidikan itu tentu terjadi putus sekolah, karena banyak sekali hampir rata-rata itu hampir 60-70% itu anak-anak itu langsung putus sekolah akibat kehamilan yang tidak diinginkan atau dipaksa menikah sama orang tua akhirnya putus sekolah. Jadi putus sekolah ini berarti kan indeks pembangunan manusia kita juga nggak akan tercapai, kenaikan IPM kita itu kecil sekali jadi masih banyak tantangan yang harus kita selesaikan bersama," kata Rini kepada KBR, Selasa (30/5/2023).

Baca juga:

Rini menambahkan, dari sisi kesehatan, perkawinan anak juga memengaruhi tingkat kematian ibu dan bayi, bahkan meningkatkan potensi anak terlahir stunting atau tengkes.

"Nah ini kan juga menjadi fokus prioritas kita. Kita tidak ingin lost generation, Indonesia mendapatkan sumber daya yang lost generation," imbuhnya.

Kata Rini, perkawinan anak juga dapat meningkatkan angka kemiskinan dan menambah permasalahan ekonomi. Menurutnya, perkawinan anak akan memaksa mereka untuk bertanggung jawab selaku orang tua, termasuk menghidupi anak-anak mereka. Padahal, anak-anak itu kerap terserap pada pekerjaan berupah rendah.

"Nah pekerjaan anak ini itu upahnya pasti kecil dan rendah contoh misalnya anak-anak kerja sebagai pembantu rumah tangga dan lain-lain, nah ini dengan upah yang rendah juga akhirnya anaknya si anak itu tadi tidak bisa dipenuhi hak-haknya," kata dia.

Baca juga:

Dampak lain yang sangat rentan, kata Rini adalah ketidaksiapan mental dalam perkawinan anak. Akibatnya, anak akan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, sehingga turut meningkatkan perceraian.

"Kemudian siapa yang mengasuh anak ini dengan baik? jadi akhirnya juga target-target nasional kita IPM sustainable development goal itu nggak bakalan tercapai, kalau ini tidak diputus dari mata rantai paling bawah," pungkasnya.

Rini menegaskan bahwa anak merupakan generasi muda yang memiliki peran penting dalam menjaga dan meneruskan cita-cita bangsa. Sebab itu, upaya perlindungan dan pemenuhan hak bagi setiap anak merupakan kewajiban bagi negara.

Editor: Muthia Kusuma Wardani

  • perkawinan anak
  • Kementerian PPPA
  • anak

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!