NASIONAL

Kala Ngonten Berujung Pelaporan Dugaan Penistaan Agama

"Eksistensi pasal penistaan agama, dianggap Nella sebagai salah satu sumber persoalan gampangnya seseorang melaporkan orang lain."

Lea Citra

Podcast Whats Trending

KBR, Jakarta- Belakangan media sosial diramaikan dengan pelaporan kasus-kasus dugaan penistaan agama. Salah satunya kasus, seorang selebgram Lina Mukherjee yang ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama. 
Dalam waktu yang berdekatan, muncul juga kasus-kasus lainnya. Diantaranya, kasus YouTuber sekaligus dokter kecantikan Richard Lee yang dilaporkan dengan dugaan penistaan agama.

Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan mengatakan bahwa tren dunia saat ini ada kecenderungan tindak pidana penodaan / penistaan Agama (blasphemy) menjadi tindak pidana hasutan. 

"Kalau melihat tren dunia, ada kecenderungan menggeser blasphemy itu ke tindak pidana hasutan. jadi sepanjang tidak menghasut untuk melakukan kekerasan, ya perlakukan saja misalnya produksi narasi di media sosial sebagai bagian dari kebebasan berekspresi sepanjang tidak mengandung hasutan itu," ungkapnya dalam podcast What's Trending KBR (17/5)

Ia juga menilai bahwa perilaku bermedia masyarakat saat ini belumlah matang. Menurutnya perlu panggilan moral untuk masyarakat secara arif menggunakan media yang tersedia untuk mengekspresikan kebebasan berekspresinya dalam konteks yang positif dan produktif.

"Saya kira kita mestinya tidak gampang marah. Kenapa? Karena pada dasarnya apa yang diekspresikan orang itu menjadi tanggung jawab individualnya. Sepanjang dia tidak melakukan hasutan, melakukan provokasi, melakukan ancaman terhadap yang lain gitu ya. Yang kedua memang semua elemen masyarakat harus memiliki kedewasaan dalam merespons apa yang berkembang, terutama di media digital atau media online atau media sosial gitu ya. Selebgram gitu ya, selebgram kita memang harus memiliki kedewasaan juga untuk berhadapan dengan situasi mudahnya kita memproduksi informasi," ujar Halili.

Baca juga:

Bukan Berhemat, Presiden Dorong Masyarakat buat Belanja

Ketakutan Setengah Mati akan Kematian

KUHP Baru Bikin Resah Industri Pariwisata Dalam Negeri?

Sementara itu, Dosen di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Dr. Nella Sumika Putri, S.H., M.H ada pendekatan yang bisa dilakukan dalam menangani kasus dugaan penistaan agama tersebut. 

"Bukan pendekatan pidana. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan personal kepada. Misalnya ya, coba deh dikasih pengertian bahwa kalau memang mengaku muslim yang benar, jangan makan babi dong gitu. Ya kan harusnya kan begitu ya. Seharunya kan masih ada mekanisme-mekanisme lain agar dipidana. Sekarang setelah dipidana, kira-kira what's next gitu?," kata Nella dalam Podcast What's Trending (17/5)

Eksistensi pasal penistaan agama, dianggap Nella sebagai salah satu sumber persoalan gampangnya seseorang melaporkan orang lain. Menurutnya tidak ada guidance atau panduan yang jelas soal apa yang disebut atau dianggap sebagai penistaan agama. Sehingga konten-konten yang dianggap menistakan agama, bisa dengan mudahnya dilaporkan.

"Karena kita enggak punya standar yang cukup seragam, karena versi agama itu mana yang boleh, tidak boleh atau in between itu kan juga sesuatu yang masih, masih diperdebatkan sekarang, sampai saat ini tergantung dari penafsiran masing-masing. Dan tafsir mana yang mau dipakai, juga kadang kala jadi membingungkan begitu," ujarnya.

Ketika tidak ada batasan dimana yang disebut penodaan dan mana yang tidak, kata Nella, sebenarnya masyarakat tidak punya guidance. 

"Nah menurut saya, pada saat negara tidak yakin juga mengenai standarnya, maka lebih baik memang bukan pidana, gitu," pungkasnya.

Lebih lanjut soal ini, bisa kita dengarkan lewat podcast What's Trending di link berikut ini:

  • Penistaan agama
  • Makan Babi Pakai Bismillah
  • Kunfayakun disamakan Bimsalabim
  • Viral penistaan agama
  • Lina Mukherjee

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!