NASIONAL

25 Tahun Tragedi Trisakti, Aktivis 98: Selesaikan di Jalur Hukum

" "Harus segera diselesaikan dengan cara Yudisial. Tidak bisa kemudian pemerintah mengambil langkah-langkah kemudian dapat diartikan sebagai langkah impunitas,""

Astri Septiani

Tragedi Trisakti 98
Dokumentasi - Mahasiswa dengan foto empat orang korban tragedi Mei mengikuti Peringatan 18 Tahun Tragedi 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta. (Antara/M Agung Rajasa)

KBR, Jakarta– Aktivis 98 meminta tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998  diselesaikan melalui jalur hukum. Bhatara Ibnu Reza,  salah satu aktivis HAM yang menjadi  saksi mata  tragedi trisakti  menilai pemerintah dan DPR masih tak serius dalam menyelesaikan kasus ini.

"Kebetulan waktu kejadian 12 Mei tahun '98 itu saya adalah wakil ketua senat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Jadi saya ada di lokasi dan memang suasananya setelah kita mengadakan semacam unjuk rasa di dalam kampus pernyataan sikap lalu kita keluar kampus dan di situlah terjadi penghadangan persis ke arah menuju ke gedung DPR tetapi belum sampai di depan Walikota  masih di gedung lama, kita dihadang. Di situ memang suasananya mencekam itu di jalan sore hari dan terjadilah penembakan," kisah Bhatara kepada KBR, Kamis (11/5/23).

Bhatara yang kini menjadi anggota Komisi Kejaksaan itu melanjutkan, " Tapi saya ingin katakan bahwa sampai saat ini belum ada niatan pemerintah untuk bisa menuntaskan dan sesuai dengan janji-janji untuk menuntaskan kasus ini dengan mengedepankan jalan Keadilan. Jalan Keadilan maksud saya adalah dalam konteks Yudisial. Karena apa? Karena pelakunya masih ada korban juga meskipun sudah meninggal, tetapi kan juga masih ada keluarganya menuntut keadilan dan saya ingin katakan bahwa peristiwa Trisakti itu tidak berdiri sendiri karena beberapa bulan kemudian ada peristiwa Semanggi 1 dan kemudian tahun berikutnya ada peristiwa semanggi 2 yang memang itu menjadi satu kesatuan dalam konteks perjalanan reformasi kita."

Bhatara  menegaskan, sikapnya tetaplah sama seperti sejak ia menjadi aktivis di tahun 98 silam. Kata dia, tak ada jalan lain menuntaskan kasus trisakti dan kasus pelanggaran HAM berat lainnya, selain melalui jalur yudisial.

"Nah bagaimana kemudian melihat situasi pada saat ini. Kita tahu bahwa saat ini pemerintah mengambil langkah-langkah nonyudisial. Saya sendiri saat ini menjadi Komisioner Komisi Kejaksaan. Meskipun saya menjadi komisioner, menjadi anggota Komisi dari sebuah komisi yang berada di lingkup negara, prinsip saya dan posisi saya tegas bahwa dalam kasus Trisakti termasuk Semanggi 1 Semanggi 2 itu harus segera diselesaikan dengan cara Yudisial. Tidak bisa kemudian pemerintah mengambil langkah-langkah kemudian dapat diartikan sebagai langkah impunitas yaitu melanggengkan praktek-praktek di mana pelaku tidak mendapatkan hukuman yang setimpal," tambahnya.

Bhatara  menuntut keseriusan pemerintah serta DPR untuk menuntaskannya. 

Ia menilai jika kasus trisakti 1998 bisa diselesaikan, maka bakal membawa perubahan yang signifikan untuk memerangi pelanggar hak asasi manusia

"Persoalannya kemudian apakah kritiknya pada praktek pengadilan HAM maka yang harus dilakukan pertama kali adalah melakukan perubahan tidak hanya revisi ya tetapi juga melakukan perubahan total terhadap Undang-Undang pengadilan HAM kita yaitu Undang-Undang 26 tahun 2000 yang tidak memenuhi standar internasional dalam mengadili kejahatan-kejahatan berkait   dengan kejahata  serius internasional yang kemudian oleh Indonesia diartikan sebagai pelanggaran berat HAM," jelas Bhatara,

Bathara  melihat tidak ada keseriusan dari pemerintah dan parlemen untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Saat ini saya melihat tidak ada satupun upaya untuk bisa kemudian menuntaskan itu, bahkan yang terjadi dari dari perkembangan yang terakhir bagaimana kemudian upayanya adalah untuk tidak menyelesaikan itu dalam konteks yudisial tetapi diupayakan untuk nonyudisial dengan memberikan semacam bantuan dari pemerintah, padahal bukan itu. Karena yang terpenting dalam pelaksanaan reformasi kita adalah penghormatan HAM dan tidak terulangnya lagi kekerasan di masa yang akan datang. Karena menurut saya kalau memang kita sudah melakukan penuntasan itu maka ada tentunya perubahan-perubahan yang cukup signifikan dari bangsa ini untuk berani mengatakan tidak terhadap setiap pelanggaran hak asasi manusia dan terhadap setiap kekerasan," pungkas Bhatara.


Baca juga:

Jumat 12 Mei 2023 bertepatan dengan peringatan 25 tahun Tragedi Trisakti. Pada tragedi tersebut, empat orang mahasiswa dari Universitas Trisakti tewas terkena tembakan dari aparat keamanan usai menggelar demonstrasi yang menuntut Soeharto turun dari jabatannya sebagai presiden.

Kala itu, Indonesia mengalami krisis moneter dan penuh Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Demo pun dilakukan agar reformasi pemerintahan bisa terjadi. Ironinya, hingga kini belum jelas siapa pihak otak dibalik  penembakan brutal tersebut.




Editor: Rony Sitanggang

  • 25 tahun tragedi Trisaksi
  • Reformasi 98
  • Kontras
  • 25 tahun reformasi
  • aktivis 98

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!