NASIONAL

SERIAL: Ada Predator di Ruang Kerja

"Lebih dari setengah kasus kekerasan seksual yang terjadi disebabkan oleh ketimpangan relasi kuasa, di mana pelaku adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan jabatan lebih tinggi ketimbang korban."

SERIAL: Ada Predator di Ruang Kerja
Project M/Inez Kriya

Kekerasan seksual bukan sesuatu yang mudah dibicarakan secara terbuka. Termasuk kekerasan seksual yang terjadi di ruang kerja, ruang yang seharusnya aman.

Menengok Catatan Tahunan Komnas Perempuan, sepanjang 2021 ada 108 kasus kekerasan di dunia kerja. Delapan di antaranya berupa aduan kasus kekerasan seksual. Bentuknya beragam, mulai dari pencabulan, pelecehan seksual, hingga pemerkosaan. Ini terjadi di perusahaan swasta maupun lembaga pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.

Maraknya kekerasan seksual di dunia kerja juga terungkap dalam riset yang dilakukan oleh Never Okay Project, sebuah inisiatif yang bergerak dalam upaya penghapusan pelecehan seksual, bersama Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). Riset bertajuk ‘#NewAbnormal Situasi Pelecehan Seksual di Dunia Kerja selama Work From Home (WFH)’ diselenggarakan pada 6-19 April 2020 dengan total 403 responden dari kalangan pekerja.

Dari riset itu diketahui, sebanyak 62 persen pekerja mengaku menerima candaan/lelucon seksual, 34 persen dikirimi konten (foto, video, audio, teks, stiker) seksual tanpa persetujuan, 29 persen menerima komentar (hinaan atau kritik negatif) terhadap bentuk tubuh, dan 25 persen menerima rayuan seksual tanpa persetujuan.

Lebih dari setengah kasus kekerasan seksual yang terjadi disebabkan oleh ketimpangan relasi kuasa, di mana pelaku adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan jabatan lebih tinggi ketimbang korban.

Dengarkan juga Serial KBR lainnya: Hidup Usai Teror Season 1

Menurut Komnas Perempuan, penyebab terjadinya kekerasan seksual di tempat kerja—bahkan terjadi berulang– adalah karena kasus kekerasan seksual belum sepenuhnya dilihat sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang terkait dengan sistem kerja di sebuah lembaga atau organisasi. Artinya, masih dianggap sebagai permasalahan pribadi.

Kondisi ini diperburuk dengan ketiadaan mekanisme internal perusahaan melalui prosedur operasi standar (SOP) yang terintegrasi dalam kebijakan lembaga sebagai upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual.

Padahal, kekerasan seksual tak hanya berdampak pada psikis dan fisik, melainkan juga penurunan produktivitas kerja yang merugikan perusahaan maupun pribadi.

Lewat serial Ada Predator di Ruang Kerja, kami mengajak kamu, kita semua, untuk mulai membicarakan pentingnya aturan penanganan kasus kekerasan seksual yang berpihak pada korban.

Serial reportase kolaborasi KBR dan Project Multatuli ini didedikasikan untuk memberi ruang bagi korban, dan menjadikan tempat kerja sebagai ruang yang aman bagi siapa pun. 

Peringatan: podcast ini memuat penuturan kekerasan seksual dan percobaan bunuh diri yang dapat mengganggu kenyamanan Anda.



Episode 1- Kesaksian Jingga

Rasa aman terhadap ruang kerja hilang begitu Jingga jadi korban kekerasan seksual. Yang juga hilang adalah rasa nyaman terhadap diri sendiri. Ketiadaan aturan yang jelas soal penanganan kasus kekerasan seksual di tempatnya bekerja membuat ia merasa tidak mendapatkan keadilan. 

Simak ceritanya di sini.

*Catatan dalam podcast ini: (a) Pada 16 Maret 2022, kami menghubungi Yayasan PLAN International Indonesia untuk mendapatkan konfirmasi soal kasus kekerasan seksual yang dialami Jingga. Lembaga tersebut tidak bersedia membuka kepada publik. (b) Kasus Utara terjadi di tahun 2018, ketika Darmawan menjabat sebagai Direktur Eksekutif Yayasan TIFA. Saat ini Darmawan sudah tidak bekerja di sana. ---- Musik: Into Uncertainty (OurMusicBox), Mixkit Classical, Neffex, Megatrex. Ilustrasi: ProjectM/Inez Kriya | Penulis: Ardhi Rosyadi & Malika, Produser: Malika

Episode 2- Utara Tak Jera

Jingga, penyintas kekerasan seksual yang sempat bekerja di Yayasan Plan Indonesia ini mengaku kecewa sebab peristiwa yang dialaminya itu tak pernah diakui sebagai kasus kekerasan seksual, melainkan penyalahgunaan wewenang. Jingga tak sendiri.

Kali ini giliran Kuning yang mengadu. Lewat aduan yang ia layangkan ke Darmawan Triwibowo (ketika itu menjabat sebagai Direktur Eksekutif Yayasan Tifa), terungkaplah seorang pelaku kekerasan seksual berulang. Namanya Utara.


*Catatan dalam podcast ini: (a) Pada 16 Maret 2022, kami menghubungi Yayasan PLAN International Indonesia untuk mendapatkan konfirmasi soal kasus kekerasan seksual yang dilakukan Utara. Lembaga tersebut tidak bersedia membuka kepada publik. (b) Kasus Utara terjadi di tahun 2018, ketika Darmawan menjabat sebagai Direktur Eksekutif Yayasan TIFA. Saat ini Darmawan sudah tidak bekerja di sana. ---- Musik: Into Uncertainty & Cause for Concern (OurMusicBox), Mixkit Classical, Mixkit Driving Ambition. Ilustrasi: ProjectM/Inez Kriya | Penulis: Ardhi Rosyadi & Malika, Produser: Malika


FAQ

Apa tujuan reportase ini? Apakah mau menghancurkan gerakan?

Ini adalah yang pertama dari serial reportase soal kekerasan seksual di ruang kerja dan tidak akan berhenti di lingkup kerja NGO, tapi juga akan menyisir ke lingkup kerja lainnya.

Tujuan utamanya adalah memeriksa apakah organisasi-organisasi juga perusahaan-perusahaan, atau lembaga pemerintahan, sudah berupaya dan berniat baik untuk memberi ruang aman pada semua karyawannya. Serial ini memang akan lebih berfokus pada apa yang sudah dan belum dilakukan oleh para pemberi kerja atau majikan.

Laporan ini dibuat untuk saling mengingatkan soal peliknya penanganan kasus kekerasan seksual di ruang kerja karena membutuhkan kesadaran, komitmen yang kuat dari para pimpinan organisasi, tata cara dan teknis pelaporan serta situasi yang juga berpihak pada korban.

Kami memulai serial panjang ini dari dunia NGO karena menurut kami, aktivis mempunyai mandat etik untuk menjadi yang terdepan dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Ketika para aktivis mendorong penegakan HAM, keadilan, transparansi, akuntabilitas, maka mereka sendiri harus memastikan semua nilai-nilai itu juga diterapkan pada korban kekerasan seksual di lingkungan kerja mereka.

Kisah yang secara spesifik mengangkat tentang penanganan kekerasan di lingkungan NGO justru bertujuan memberi solusi untuk memperkuat gerakan, alih-alih menghancurkan gerakan. Telah cukup banyak kisah-kisah yang “dikubur” demi menjaga nama baik gerakan, sementara masih banyak kekosongan akan jaminan ruang aman bagi pekerja di dalamnya. Kami berharap pembentukan ruang aman terus dibentuk seiring dengan terus diserukannya permasalahan hak asasi manusia (HAM) lainnya.

Saya mendengar kasus di beberapa organisasi. Mengapa yang saya dengar tidak disebut di artikel ini? Kalian pilih kasih?

Tidak mudah bagi penyintas kekerasan seksual untuk angkat suara -- menceritakan kembali apa yang mereka alami kepada orang lain, termasuk media. Penyintas kekerasan seksual yang ada dalam laporan kolaborasi Project Multatuli dan KBR adalah sedikit dari mereka yang berani bersuara. Penyintas menceritakan apa yang ia alami saat bekerja di sebuah kantor NGO, dan kami melakukan proses verifikasi dengan meminta keterangan dari kantor NGO tersebut.

Kisah yang para penyintas alami dalam laporan ini bukanlah satu-satunya kasus yang terjadi di lingkungan NGO. Namun, kasus ini menjadi cerminan atas banyaknya kekurangan yang masih dihadapi dalam penanganan kekerasan seksual di ruang kerja, termasuk NGO.

Sekali lagi, serial ini berangkat dari salah seorang penyintas yang dengan berani mendatangi kami untuk menceritakan kisahnya. Kami mengapresiasi karena beliau sudah mempercayakan kami dengan kisahnya. Berangkat dari kisahnya, kami mulai menghubungkan ke beberapa temuan lain dalam organisasi yang kami angkat dalam tulisan ini. Kami menilai setiap pengalaman yang berangkat dari penyintas telah melewati banyak tantangan hingga akhirnya ia berani untuk menyampaikannya. 

Kenapa nama para pelaku disamarkan?

Pertama, untuk perlindungan dan berdasarkan kesepakatan dengan para penyintas. Kedua, serial ini bertujuan untuk membedah lebih mendalam tentang permasalahan struktural dalam lembaga, khususnya bagaimana mereka melakukan penanganan kekerasan seksual. Dengan itu, fokusnya pun lebih banyak ke lembaga, alih-alih ke profil dari para pelaku.



**Kalau kamu melihat, mendengar atau mengalami kekerasan seksual di ruang kerja, kamu bisa menceritakan kepada orang yang kamu percaya, atau sampaikan aduan kepada institusi yang menangani kasus kekerasan seksual.

Berikut beberapa link yang bisa kamu tuju:

Link Aduan kekerasan Komnas Perempuan: https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSdkS3HC1aSbk44u6joenNT-F-b1Of5aUKnuDUfrj6KLeuxlpg/viewform

Link Aduan KBGO (Penyebaran Konten Intim via Digital):
https://id.safenet.or.id/laporkasus/

[email protected] (NoRecruitList adalah gerakan yang ingin memastikan tidak ada lagi keberulangan kasus kekerasan seksual di ruang kerja)

Tim Kolaborasi membuat survei kekerasan seksual di ruang kerja, kamu bisa berpartisipasi melalui tautan ini: https://bit.ly/KS-ruangkerja

Pertanyaan dan masukan terkait serial podcast ini, bisa kamu sampaikan melalui email ke alamat [email protected]. Atau dm kami di Instagram @kbr.id dan Twitter @beritakbr

  • StopKekerasanSeksual
  • RuangKerjaAman
  • #kekerasanseksual
  • kbrprime
  • KekerasanSeksualDiTempatKerja

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!