NASIONAL

Selamat Jalan Buya Syafii Maarif, Sang Muazin Bangsa

Selamat Jalan Buya Syafii Maarif, Sang Muazin Bangsa
Buya Syafii Maarif. (Foto: ANTARA/Wahyu Putro)

KBR, Yogyakarta - Kabar duka datang dari Yogyakarta. Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah periode 2000-2005 wafat pada Jumat, 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB.

Kabar itu disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir melalui akun Twitter pribadinya @HaedarNs dan melalui rilis tertulis. Kabar ini juga disampaikan melalui laman resmi muhammadiyah.or.id.

Prof Dr KH Ahmad Syafii Maarif, 86 tahun, wafat di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Yogyakarta.

"Semoga beliau husnul khatimah, diterima amal ibadahnya, diampuni kesalahannya, dilapangkan di kuburnya, dan ditempatkan di jannatun na'im. Mohon dimaafkan kesalahan beliau dan do'a dari semuanya," kata Haedar Nashir dalam keterangan tertulis yang diterima KBR, Jumat (27/5/2022).

Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Budi Setyawan mengatakan rencananya jenazah Buya Syafii, sapaan akrab Ahmad Syafii Maarif akan disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman selepas sholat Jum'at hingga waktu ashar tiba.

"Akan dimakaman di makam Muhammadiyah, Dusun Donomulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo selepas ashar," jelas Budi.

Buya Syafii beberapa kali dirawat di rumah sakit. Pada awal Februari lalu, Buya dikabarkan terkena serangan jantung ringan sehingga dirawat di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Pada 26 Maret 2022, Presiden Joko Widodo menjenguk Buya Syafii di rumahnya. Saat itu, Buya sempat menemani Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di beranda rumah saat Presiden Jokowi memberikan keterangan pers.

Pada 14 Mei lalu, Buya juga sempat dirawat di rumah sakit yang sama karena sesak nafas.

Baca juga:

Moralitas dan Kebangsaan

Buya Ahmad Syafii Maarif merupakan sosok Guru Bangsa yang sangat mencintai Indonesia. Ia banyak menghasilkan karya melalui tulisan-tulisannya.

Tokoh kelahiran Sumatera Barat, 31 Mei 1935 itu juga kerap memberikan nasihat dan masukan mengenai kondisi kebangsaan. Bersama para tokoh lain, Buya Syafii kerap turun gunung menyuarakan keprihatinannya terhadap masalah kebangsaan. Termasuk ketika kisruh revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019.

Buya Syafii juga dikenal sebagai tokoh yang sangat peduli terhadap nasib warga yang menghadapi masalah kemanusiaan, tanpa melihat latar belakang golongan, agama, aliran kepercayaan, atau sekat-sekat lain.

Buya Syafii juga sosok yang sangat mencintai Indonesia dan memperjuangkan penerapan moralitas, termasuk yang tercermin dalam sila-sila Pancasila. Dalam berbagai kesempatan, Buya Syafii mengecam diskriminasi terhadap kelompok minoritas seperti kepada jemaah Ahmadiyah Lombok NTT dan Syiah Sampang Madura yang terusir dari daerahnya.

"Negara ini, negara saya, negara Anda, negara kita yang kita cintai ini jangan sampai tenggelam karena pengkhianatan anak-anak bangsa, yang ingin mengganti ideologi Pancasila," kata Buya Syafii saat menjadi pembicara kunci di acara Semiloka "Indonesia di Persimpangan", di Hotel Aryaduta, Sabtu (8/4/2017).

Pada 7 Juni 2017, Buya Syafii menjadi Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) hingga akhir hayat.

Baca juga:

Buya Syafii juga ikut hadir ketika belasan tokoh agama dan sejumlah LSM mendeklarasikan desakan pembubaran ormas radikal yang anti-Pancasila, di Hotel Aryaduta, Jakarta (8/4/2017). Desakan itu muncul karena keberadaan ormas-ormas radikal yang mengancam Pancasila dan keberagaman di Indonesia.

Muazin bangsa

Ahmad Syafii Maarif mendirikan Maarif Institute untuk menguatkan perjuangannya dalam pemikiran pluralisme, toleransi, kebangsaan, keislaman dan sosial. Lembaga ini dikelola anak-anak muda, salah satunya Ahmad Najib Burhani yang saat itu masih menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pada Agustus 2020 lalu Najib dikukuhkan menjadi profesor riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Najib dan kawan-kawan di Maarif Institute mengeluarkan buku "Muazin Bangsa dari Makkah Darat" pada 2015. Buku itu dikeluarkan sebagai kado ulang tahun bagi Buya Syafii yang saat itu berusia 80 tahun.

Menurut Najib, Buya Syafii merupakan sosok yang tidak ingin menjadi imam, melainkan sebagai pemanggil atau muazin---mengajak orang salat, mengajak orang mengingat tentang nilai-nilai agama, nilai-nilai panggilan Tuhan.

Najib mengatakan, Buya Syafii semula bukan seorang pluralis. Bahkan, Buya sempat menyebut dirinya fundamentalis. 

Dalam buku "Muazin Bangsa dari Makkah Darat", terungkap Buya Syafii pernah punya keinginan mengubah Indonesia menjadi negara Islam. Namun, setelah menimba ilmu dari berbagai tokoh agama, termasuk pada Dr pemikir Pakistan Fazlur Rahman, pemikiran Buya Syafii berubah drastis.

Editor: Agus Luqman

  • Muhammadiyah
  • Buya Syafii Maarif

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!