BERITA

ICW Desak Dewas KPK Sita Alat Komunikasi Milik Lili Pintauli Siregar

"Penyitaan tersebut dinilai penting guna menelusuri dua isu, yakni dugaan komunikasi antara Lili dengan Walikota Tanjungbalai setelah kepala daerah itu resmi diselidiki dijadikan tersangka oleh KPK. "

Muthia Kusuma

ICW Desak Dewas KPK Sita Alat Komunikasi Milik Lili Pintauli Siregar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar saat memberi klarifikasi soal kasus Tanjungbalai di gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/4/2021). (Foto: ANTARA/Reno Esnir)

KBR, Jakarta - LSM pemantau korupsi Indonesia ICW menilai pembelaan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (LPS) bersifat ambiguitas atau kabur dan tidak jelas. Pembelaan itu terkait komunikasinya dengan Wali Kota Tanjungbalai Sumatera Utara, M Syahrial.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, dalam pembelaannya Lili mengklaim tidak menjalin komunikasi dengan tersangka Wali Kota Tanjungbalai Sumatera Utara. Tapi di sisi lain dia menyebut tidak bisa menghindari komunikasi dengan para kepala daerah.

Kurnia menegaskan, apabila pimpinan hingga Dewan Pengawas KPK menjalin komunikasi dengan pihak yang sedang berperkara, maka termasuk bentuk pelanggaran hukum dan etik.

"Dua konsekuensi itu diatur secara jelas dalam Pasal 36 jo Pasal 65 UU KPK dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan bagian Integritas angka 11 Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020. Jika nantinya terbukti ada komunikasi diantara keduanya tanpa dilandasi dengan bukti pelaksanaan tugas, maka LPS dapat diproses hukum dan etik," ucap Kurnia kepada wartawan, Senin, (3/5/2021).

Kurnia Ramadhana menambahkan, kejadian serupa juga pernah menimpa Ketua KPK, Firli Bahuri, tatkala masih menjabat sebagai Deputi Penindakan di lembaga antirasuah.

Kata Kurnia, saat itu Firli terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran etik berat karena berhubungan dengan kepala daerah di Nusa Tenggara Barat yang sedang dalam proses hukum di KPK.

"ICW mendorong beberapa hal. Pertama, Dewan Pengawas harus segera memanggil LPS atas dugaan pelanggaran kode etik. Tidak hanya itu, Dewas juga mesti menyita alat komunikasi yang selama ini digunakan oleh LPS. Perihal menyita alat komunikasi, hal itu tertuang dalam Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK," kata Kurnia.

Kurnia menekankan bahwa penyitaan tersebut dinilai penting guna menelusuri dua isu, yakni dugaan komunikasi antara Lili dengan Walikota Tanjungbalai setelah kepala daerah itu resmi diselidiki dijadikan tersangka oleh KPK. Alat komunikasi juga perlu disita untuk mengetahui apakah ada komunikasi lain dengan kepala daerah yang juga sedang diusut perkaranya oleh KPK.

"Kedua, Kedeputian Penindakan KPK harus memanggil LPS sebagai saksi untuk menelusuri satu isu penting, yakni keterkaitan antara Azis Syamsuddin, LPS, Penyidik Robin, dan Syahrial. Ketiga, untuk mencegah adanya konflik kepentingan, maka LPS tidak boleh dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan perkara suap dan gratifikasi Penyidik Robin," pungkasnya.

Editor: Agus Luqman

  • KPK
  • suap
  • Tanjungbalai
  • Lili Pintauli Siregar
  • ICW
  • Penyidik KPK
  • Dewas KPK
  • korupsi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!