NASIONAL

Pertamina Produksi Green Diesel, Bisa Kurangi Impor BBM Rp25 Triliun

"“Ternyata kita mampu (produksi green diesel). Ini yang belum pernah ada di Indonesia, bahkan di dunia,” ujar Menristek, Mohamad Nasir."

Pertamina Produksi Green Diesel, Bisa Kurangi Impor BBM Rp25 Triliun
Menristek, Mohamad Nasir (tengah), dalam kunjungan ke PT Pertamina RU II Dumai. Menristek meninjau produk solar nabati yang dihasilkan teknologi Katalis Merah Putih (16/5/2019). (Foto: www.ristekdikti.go.id)

KBR, Jakarta - PT Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai mengklaim kini mampu memproduksi green diesel atau solar nabati D-10.

Green diesel merupakan hasil pencampuran solar dengan minyak sawit.

Bahan bakar ini bisa diproduksi berkat “Katalis Merah Putih”, teknologi baru yang dikembangkan Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis (TRKK) Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Ternyata kita mampu (produksi green diesel),” ujar Menristek, Mohamad Nasir, dalam kunjungan ke Kilang Pertamina RU II Dumai, Riau (16/5/2019).


Kurangi Impor BBM Rp25 Triliun per Tahun

Green diesel diklaim bisa mengurangi kebutuhan impor solar Indonesia, hingga pemerintah bisa menghemat Rp25 triliun per tahunnya.

“Misal kandungan sawitnya itu 10 persen, dalam satu tahun Indonesia bisa kurangi 10 persen dari total impor (minyak bumi). Ini bisa menghemat 10 persen atau 1,6 miliar dolar per tahun atau Rp25 triliun,” jelas Menristek dalam rilisan persnya (16/5/2019).

Saat ini teknologi Katalis Merah Putih dikabarkan mampu membuat solar nabati dengan komposisi sawit 12,5 persen dan solar 87,5 persen. 


Kurangi Polusi Udara

Di samping menekan kebutuhan impor, solar nabati atau green diesel juga diklaim bisa mengurangi polusi udara.

“Kalau dengan energi fosil murni, cetane number-nya 51 persen. Kalau dari hasil Katalis Merah Putih ini, cetane-nya 58 persen. Jauh lebih baik dan lebih bersih," jelas Nasir.

Cetane number adalah ukuran untuk menunjukan kualitas bahan bakar diesel. Semakin tinggi angkanya, maka kualitas pembakaran lebih bagus. Emisi yang dihasilkan juga lebih sedikit dan lebih aman untuk lingkungan.

Euro 4, standar emisi gas buang Uni Eropa yang diadopsi Indonesia, menetapkan bahwa angka cetane minimal untuk diesel adalah 51 persen.

Jika sekarang solar nabati Pertamina memang punya cetane number 58 persen, maka kualitasnya sudah jauh melampaui standar Uni Eropa.

Hal ini juga dibanggakan Menristek Nasir, "Nanti pembakarannya lebih sempurna. Ini yang belum pernah ada di Indonesia, bahkan di dunia,” sebutnya.


Belum Ada Target Produksi

Menurut Menristek, ke depannya produk solar nabati perlu terus dikembangkan dari segi kualitas dan kuantitas.

“Sekarang (komposisi sawitnya) di angka 12,5 persen. Ini harus kita tingkatkan terus supaya menjadi lebih baik di angka 20 persen atau 30 persen. Ini yang harus kita tingkatkan kapasitas sawitnya,” kata Nasir.

Pertamina juga sedang mempertimbangkan untuk memproduksi lebih banyak solar nabati D-10. Namun, mereka belum menentukan target produksi yang jelas.

“Untuk target, saya belum bisa tentukan, perlu koordinasi dengan Jakarta, tapi dengan hasil ini kemungkinan pada 2020 engineering-nya mulai,” ujar General Manager PT Pertamina RU II Dumai, Nandang Kurnaedi (16/5/2019).

Insyaallah ke depannya untuk swasembada energi, ini akan jadi prospek yang lebih bagus lagi,” tambah Nandang.

Katalis Merah Putih, teknologi kunci dalam produk ini, dikembangkan ITB atas kerjasama dengan Research Technology Center (RTC) Pertamina.

Kemristekdikti juga ikut memberi dukungan sejak tahun 2017 melalui program Inovasi Perguruan Tinggi di Industri (IPTI).

(Sumber: www.ristekdikti.go.id)

  • BBM
  • solar
  • green diesel
  • diesel
  • sawit
  • ITB
  • Pertamina
  • Kementerian Ristekdikti
  • Euro 4
  • impor
  • solar nabati

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!