KBR, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) melaporkan hasil pemantauan terhadap program televisi selama Ramadan 2019.
Pantauan itu dikumpulkan dalam kategori program positif dan tidak positif. Dalam pantauan tersebut MUI masih menemukan program televisi yang tidak sesuai standar siaran religi MUI.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Informasi dan Komunikasi KH Masduki Baidlowi menyebut masih ada tiga stasiun tv yang menampilkan program tidak positif. Tiga stasiun televisi itu adalah TransTV, Trans7, dan ANTV.
MUI meminta KPI menghentikan program-program Ramadan yang mengandung unsur-unsur erotis atau lakon-lakon yang berbau SARA.
"Kami meminta kepada KPI supaya segera melakukan tindakan-tindakan semestinya diambil. Kami mengusulkan agar tindakan dilakukan sistemik, tidak kasus per kasus. Ditutup satu tapi kemudian yang lain muncul, masih ada lakon-lakon yang hampir sama. Ini tidak bisa dikatakan menyelesaikan masalah," kata Masduki Baidlowi di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (28/5/2019).
Menurut Masduki, MUI tidak perlu mengeluarkan fatwa bagi stasiun televisi yang masih menayangkan program tidak postif. Menurutnya, MUI hanya akan terus menekan dan melakukan pendekatan kultural serta dialog-dialog.
"Kami dari MUI, perwakilan dari umat, kami ingin melindungi umat saja. Kami belum sampai kepada menggeluarkan fatwa. Tidak semuanya diselesaikan lewat fatwa, karena fatwa tidak menyelesaikan masalah di industri televisi. Kami cenderung melakukan pendekatan kultural dialog-dialog," ujarnya.
Masduki mengatakan MUI tidak memiliki wewenang memberhentikan progran tayangan yang tidak baik. MUI hanya bisa memantau tayangan, namun tidak bisa melakukan tindakan hukum.
"Kami mungkin lebih memberikan tekanan secara politis kepada pemerintah. Kalau KPI, sudah memberikan teguran sedemikan rupa sampai menghentikan. Selama ini KPI efektif menghentikan acara itu," kata Masduki yang juga menjabat Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu.
Editor: Agus Luqman
MUI: Selama Ramadan, Masih Ada Tayangan TV Tak Standar Religi
"Kami mengusulkan agar tindakan dilakukan sistemik, tidak kasus per kasus. Ditutup satu tapi kemudian yang lain muncul, masih ada lakon-lakon yang hampir sama."

Ilustrasi. (Foto: Creative Commons/espensorvik)
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 11
Kabar Baru Jam 10
Kabar Baru Jam 8
Kabar Baru Jam 7
Jalan Buntu Penolakan Pemekaran Wilayah Papua