KBR,
Jakarta- Pengamat hukum dari Para Syndicate, Agung Sulistyo menilai pasal makar yang berlaku di Indonesia sudah sesuai dengan konstitusi. Kata dia, Mahkamah Konstitusi pernah menyatakan bahwa pasal-pasal makar di Kitab Undang-undang Hukum Pidana sudah sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Namun Agung mengatakan, penegakkan hukum terkait pasal makar harus hati-hati jika itu berkaitan dengan politik.
"Jadi bahkan dengan penekanan bahwa di negara yang sangat demokratis sekalipun, itu pasal-pasal terkait makar itu selalu ada. Karena bagaimanapun kejahatan terhadap negara itu selalu ada, dan itu harus diatur. Jadi kalau ada pendapat yang mengatakan persoalan makar ini kalau terlalu politik memang ini yang harus hati-hati dari penindakan penegakkan hukum, terutama polisi. Tapi apakah pasal itu masih bisa diberlakukan di sini? Apakah itu tepat dengan konstitusi? Itu tepat," kata Agung pada KBR, Kamis (9/5/2019).
Agung menilai, polisi tidak akan bertindak gegabah dalam penetapan Eggi Sudjana sebagai tersangka makar. Kata dia, delik tentang makar tetap harus diberlakukan oleh negara.
"Jadi tetap harus ada, delik makar itu tetap harus ada dan diberlakukan oleh negara. Karena keberadaan norma hukum pidana itu kan dia mengatur kejahatan. Nah kejahatan terhadap negara, itu dapat dijadikan dasar argumentasi apakah negara itu demokratis atau tidak," imbuhnya.
Eggi dilaporkan oleh dua orang. Laporan di Bareskrim dilakukan
Suryanto, relawan Jokowi-Ma'ruf Center (Pro Jomac). Laporan terdaftar
LP/B/0391/IV/2019/BARESKRIM tertanggal 19 April 2019.
Laporan kedua dilakukan Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dewi Ambarwati Tanjung. Laporan ke Polda Metro Jaya itu bernomor; LP/2424/IV/2019/PMJ/Dit Reskrimsus tanggal 24 April 2019.
Sebelumnya saat evaluasi Pemilu di Komisi I DPR pada Selasa (07/05)
Kapolri Tito Karnavian mengancam menggunakan pasal makar. Kata dia,
ajakan people power yang akan menjatuhkan pemerintah bisa dijerat pasal
107.
Pasal tersebut berbunyi; 1 (1) Makar dengan maksud untuk
menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.(2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1,
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
sementara paling lama dua puluh tahun.