NASIONAL

21 Tahun Reformasi, YLBHI: 11 Kebijakan Pemerintah Ancam Kebebasan

""Tim asistensi hukum yang esensinya mengawasi omongan para tokoh. Dari judulnya saja sudah ada tendensi bahwa omongan itu dibatasi.” "

21 Tahun Reformasi, YLBHI:  11 Kebijakan Pemerintah Ancam Kebebasan

KBR,Jakarta- Dalam 21 tahun terakhir Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat ada 11 kebijakan pemerintah, yang mengancam kebebasan berpendapat. Salah satunya pembuatan tim asistensi hukum menteri politik hukum dan keamanan.

Menurut Ketua Umum YLBHI, Asfinawati pembentukan tim tersebut jelas membatasi ruang berpendapat dan demokrasi seseorang.

“Kami mencatat setidaknya ada 11 kebijakan karena terdiri dari peraturan dan tindakan, tapi tindakannya sistematis. Yang pertama kita mulai dari yang paling baru tentu saja SK Menkopolhukam nomor 38 tahun 2019, tentang tim asistensi hukum yang esensinya mengawasi omongan para tokoh. Dari judulnya saja sudah ada tendensi bahwa omongan itu dibatasi.” Ujar Asfinawati, kepada wartawan, Selasa (14/05/2019).


Menurut Asfi, kekhawatiran berlebihan pemerintah terkait ujaran atau ajakan melanggar hukum, yang dilakukan para tokoh malah membuat gaduh dan resah masyarakat. Pasalnya pengawasan yang dilakukan tim tidak hanya berlaku pada tokoh, tapi juga  pada seluruh masyarakat yang dianggap mengancam pemerintah lewat pendapatnya.

Selain itu Asfi menyebut bahwa tindakan tim asistensi nantinya akan tumpang tindih dengan aturan lain yang sudah ada.

Adapun 11 kebijakan lain yang dianggap mengancam demokrasi dan substansi hukum adalah, penggunaan pasal makar berlebih, hak tidak memilih dijerat hukum (larangan golput), rencana pembentukan dewan kerukunan, pemasukan pasal makar dan penghinaan presiden dalam RKUHP, perluasan kekuasaan militer dalam revisi UU TNI,  adanya upaya pembubaran aksi solidaritas, terjalinnya MoU kementerian dengan TNI,  adanya surat keterangan penelitian, sampai adanya UU 16 tahun 2017 terkait organisasi masyarakat.

Sebelumnya Pemerintah menjamin tim asistensi hukum yang ingin dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, tak akan memiliki kewenangan  menindak pelaku pelanggaran hukum. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, tim asistensi tersebut hanya akan memantau gejolak yang mungkin muncul di tengah masyarakat.

JK memperkirakan, anggota tim asistensi hanya akan menjadi ahli yang dikirim pemerintah dalam sebuah persidangan.

"Tidak boleh badan ini mengambil tindakan. Menko pun tidak boleh mengambil tindakan. Yang boleh mengambil tindakan ya polisi, kejaksaan. Jadi, ini hanya lembaga pemantau, kalau ada gejolak masyarakat. Kalau mau ambil tindakan ya tidak boleh, melanggar undang-undang," kata JK di kantornya, Senin (13/05/2019).


JK mengatakan, tim asistensi bentukan Wiranto akan lebih berperan seperti sekumpulan ahli atau penasihat pemerintah untuk menilai sebuah fenomena di masyarakat. Ia mengakui, masukan dari tim asistensi bisa saja mempengaruhi kebijakan pemerintah. Namun, JK menjamin kewenangan tim asistensi tak akan lebih besar dari itu, apalagi sampai pada ranah penegakan hukum.


JK juga membantah pembentukan tim asistensi akan mengembalikan model pemerintahan saat ini seperti Orde Baru yang antikritik. JK mengatakan, era Orde Baru akan langsung menangkapi orang yang berkata tak sesuai keinginan pemerintah. Adapun pemerintahan saat ini sekadar ingin mengevaluasi setiap gejolak atau fenomena di masyarakat. JK juga mengklaim, kebijakan membentuk tim asistensi tak akan sampai melarang sekelompok orang menjadi oposisi pemerintah.  

Editor: Rony Sitanggang

  • Ketua Umum YLBHI
  • Asfinawati
  • Kebebasan Pers
  • Wiranto
  • tim bantuan hukum kemenkopolhukam

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!