HEADLINE

Kenapa Perlu Koopssusgab? Ini Penjelasan Wakapolri dan Kemenkopolhukam

Kenapa Perlu Koopssusgab? Ini Penjelasan Wakapolri dan Kemenkopolhukam

KBR, Jakarta - Wakapolri Syafruddin mengatakan pelibatan TNI dalam operasi pemberantasan terorisme sudah diperjelas melalui nota kesepahaman antara TNI dan Polri. Meski tak merinci jenis MoU, ia bilang, dalam nota itu sudah diatur pembagian kewenangan.

"Sudah ada pembagian kewenangannya di MoU antara TNI dan Polri. Sudah ada. Itu cuma teman-teman enggak tahu. Dan itu sudah jalan, bukan hal yang baru. Peristiwa penyandaraan di Brimob, Panglima TNI bersama saya dua malam," kata Syafruddin di Jakarta, Kamis (17/5/2018).

Keterlibatan TNI itu menurut dia bergantung pada permintaan Polri. Polisi akan memutuskan dengan mempertimbangkan skala teror yang ada. Pasukan khusus Koopssusgab milik TNI kata dia sudah disiagakan. Namun Syafruddin enggan mengungkap jelas apakah pasukan khusus tersebut kini sudah diterjunkan.

Kendati dibantu TNI, pemberantasan terorisme menurut dia tetap dipimpin oleh kepolisian. Dia mengatakan pelibatan pasukan khusus Koopssusgab sama halnya dengan operasi Tinombala di Poso yang mengejar jaringan teroris kelompok Santoso. Menurutnya, sudah sejak lama TNI membantu polisi dalam hal deteksi dini teror.

"Tidak pernah ada perceraian antara TNI dan Polri. Tidak ada hal yang baru tentang keterlibatan TNI."

Menurut Syafruddin, tidak perlu ada keputusan presiden dalam pelibatan ini. Dia berdalih UU TNI sudah cukup mengatur perbantuan TNI untuk Polri.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/05-2018/kepala_ksp_sebut_koopssusgab_tni_dihidupkan_lagi/96127.html">Kepala KSP Sebut Koopssusgab Dihidupkan Lagi</a>&nbsp;<br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/01-2018/koalisi_sipil__sistem_hukum_pidana_bisa_rusak_jika_militer_ikut_tangkap_teroris/94652.html">Koalisi Sipil: Sistem Pidana Bisa Rusak Jika Militer Ikut Tangkap Teroris</a>&nbsp;</b><br>
    

Berdasarkan penelusuran KBR, Polri dan TNI pernah menandatangani MoU Nomor B/2/1/2018 dan Nomor Kerma 2/2/2018 yang berlaku lima tahun ke depan. Kesepakatan yang diteken 23 Januari 2018 itu memungkinkan perbantuan TNI ke polisi. Namun tugas perbantuan mencakup penanganan demonstrasi dan mogok kerja, kerusuhan massa, konflik sosial, mengamankan kegiatan internasional serta situasi lain yang membutuhkan bantuan TNI sesuai aturan Undang-undang.

Sementara pengaturan tugas pokok TNI telah diatur pada Pasal 7 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Ayat ke-3 pasal itu mensyaratkan kebijakan dan keputusan politik negara setiap kali melibatkan TNI di luar alasan perang. Termasuk, saat mengatasi aksi terorisme.

KBR coba mengonfirmasi soal perbantuan penanganan terorisme ini ke pihak TNI. Namun hingga berita ini diturunkan, juru bicara TNI Sabrar Fadhilah tak merespon telepon dan pesan pendek yang dikirim KBR.

Eskalasi Teror Level Merah

Staf Ahli Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Sri Yunanto menyebut, aksi terorisme di Indonesia kini berada di level merah. Karena itu diperlukan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme.

"Kalau penanganan terorisme itu kan ada level-levelnya, level hijau itu level situasinya biasa, kemudian level kuning ini ya terus, level merah itu biasanya ancaman terorisme itu terjadi. Baru nanti kalau sudah beres penanganannya, kembali lagi ke hijau, normal lagi. Kan sekarang faktanya dibilang siaga satu," kata Yunanto kepada KBR, Kamis (17/5/18).

Kata Yunanto, perbantuan TNI itu tak mengenal batas waktu. Sebab menurutnya, teror merupakan ancaman yang sulit diprediksi sehingga perlu antisipasi menyeluruh.

Menurut dia, teroris bergerak melalui banyak aspek. Maka ia menganggap dalam penanganan itu dibutuhkan keikursertaan TNI.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/headline/05-2018/menag__penggunaan_cadar_bukan_jadi_alasan_kita_untuk_curiga/96137.html">Usai Teror Bom di Surabaya dan Sidoarjo</a>&nbsp;<br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/03-2018/korban_kasus_terorisme_tuntut_pemerintah_beri_kompensasi_dan_rehabilitasi/95229.html">Korban Kasus Terorisme Tuntut Kompensasi dan Rehabilitasi ke Pemerintah</a>&nbsp;</b><br>
    

Tercatat ada tujuh WNI yang diculik dari Perairan Sabah Malaysia dalam kurun waktu Desember 2016 hingga Januari 2017. Bahkan teroris Indonesia di Marawi Filipina, ditemukan jadi pengebom. Rentetan semacam itu, menurut Yunanto, tidak mungkin didiamkan karena kemungkinan akan berulang.

"Kalau TNI tidak terlibat gimana? Kan mereka sudah terlatih. Jadi eskalasinya bisa di mana-mana, mungkin di fasilitas objek nasional, itu harus ditangani berbagai macam institusi, karena itu tidak akan pernah terduga," jelasnya.

"Siapa yang bisa meramal Surabaya dan Brimob rusuh? Bisa juga kejadian terulang seperti di Marawi. Keterlibatan itu akan sesuai dengan ekspertise, sesuai kecakapan, mereka (teroris) dilatih dari kecil sampai besar, warga asing disandera, penculikan, pembajakan pesawat, itu terorisme semua," tambahnya.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/05-2017/alasan_wiranto_libatkan_tni_dalam_pemberantasan_terorisme/90371.html">Alasan Wiranto Libatkan TNI Tangani Terorisme</a>&nbsp;<br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/04-2018/lbh_jakarta__8_dari_10_orang__disiksa_saat_pemeriksaan_polisi/95846.html">LBH Jakarta: 8 dari 10 Orang Disiksa saat Pemeriksaan Polisi</a>&nbsp;</b><br>
    



Editor: Nurika Manan

  • koopssusgab TNI
  • Koopssusgab
  • Wakapolri
  • Syafruddin
  • terorisme
  • Aksi terorisme
  • pelibatan TNI
  • Kemenkopolhukam

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!