BERITA

Susi Bantah Produksi Ikan di Bitung Menurun

Susi Bantah Produksi Ikan di Bitung Menurun


KBR, Jakarta- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membantah produksi ikan di Bitung, Sulawesi Utara menurun, seperti yang dinyatakan Asosiasi  Usaha Pengolahan Ikan Indonesia (AUPI) yang menyebut kekurangan bahan baku. Susi mengatakan, produksi ikan di Bitung terus tumbuh, meski mayoritasnya diekspor.

Menurut Susi, Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang kekurangan bahan baku itu bisa karena mematok harga terlalu rendah atau mekanisme pembayaran yang buruk.

"Bitung turun, oh ternyata data kita Bitung itu naik. Tetapi penjualan ke luar besar sekali, dari tadinya 30 ribu menjadi 100 sekian ribu. Kenaikan yang luar biasa, Saya melihat di situ dan Pak Nilanto (Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo) menganalisis, mungkin UPI-UPI setempat kurang daya tariknya, bisa karena harganya kalah atau pembayaran tidak baik," kata Susi  saat menjadi pembicara di diskusi kelautan di Ayana Mid Plaza, Selasa (09/05/17). 


Susi mengatakan, kementeriannya mencatat produksi ikan di Bitung pada 2016 mencapai 19.296 ton atau tumbuh 1,22 persen dibanding 2015 yang hanya 18.952. Menurut Susi, usaha pengolahan ikan itu harus bisa bersaing mendapatkan bahan baku ikan dari nelayan dengan menaikkan harga agar tak   merugikan nelayan.


Sebelumnya Apiki mencatat tingkat utilitas pabrik pengolahan ikan di Bitung per Maret 2017 hanya 62 ton per hari atau 4,38 persen dari kapasitas terpasang sebesar 1.414 ton per hari. Dari utilitas itu, 60 persen dari bahan baku yang diproduksi pabrik bahkan dipasok dari luar Bitung. 


Ekspor Ikan


Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Usaha Pengolahan Ikan meminta pemerintah agar membatasi ekspor ikan dari Bitung, Sulawesi Utara. Sekretaris Jenderal AUPI Sulawesi Utara Franky Tumion mengatakan, kebanyakan produksi ikan di Bitung justru diekspor, sehingga usaha pengolahan ikan di wilayah tersebut kekurangan bahan baku. Padahal, di sana ada 53 usaha pengolahan ikan, yang empat di antaranya terancam tutup.


"Kendala yang kami hadapi ini untuk industri pengolahan ikan adalah kekurangan bahan baku, shortage of raw material, untuk tuna, tongkol, dan cakalang. Kekurangan bahan baku ini karena mayoritas tangkapan nelayan tradisional masih diekspor ke luar Indonesia oleh para trader. Kalau bisa ini diberlakukan buka-tutup bagi para trader, harus memenuhi kuota dulu untuk industri pengolahan di dalam negeri," kata Franky di Ayana Mid Plaza, Selasa (09/05/2017).


Franky mengatakan, di Bitung terdapat 53 perusahaan pengolahan ikan, yang terdiri dari 7 usaha pengalengan, 5 usaha pengolahan ikan kayu, 12 pengolahan tuna segar, dan 33 unit pembekuan ikan atau cold storage. Kata dia, para pengusaha pengolahan itu itu kekurangan bahan baku berupa tongkol, tuna, dan cakalang. Akibatnya, kata dia, ada empat usaha yang terancam mati karena hampir tak ada produksi.


Franky berujar, kebanyakan ikan produksi Bitung justru diekspor, termasuk dari nelayan tradisional. Menurut Franky, ekspor ikan itu bisa ditekan dengan pembatasan hingga kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Apalagi, kata dia, kebanyakan ikan yang diekspor dari Bitung itu berupa gelondongan.


Adapun Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo mengatakan, kementeriannya tak ingin terburu-buru mengambil kebijakan. Kata dia, kementeriannya akan menyamakan data terlebih dahulu, karena data asosiasi dan kementeriannya jauh berbeda. Meski begitu, dia berjanji pemerintah akan membantu pengusaha agar bisa memenuhi kebutuhan bahan bakunya.


Editor: Rony Sitanggang

  • Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!