BERITA

Istana: Pidato Jokowi Bukan untuk Legalkan Tindakan Represif Aparat

Istana: Pidato Jokowi Bukan untuk Legalkan Tindakan Represif Aparat

KBR, Jakarta – Juru bicara Kepresidenan Johan Budi mengatakan pidato Presiden Joko Widodo tidak boleh dijadikan alasan bagi TNI dan Polri untuk bersikap represif terhadap warga.

Dalam pidatonya, Selasa, 16 Mei 2017, Presiden Joko Widodo memang memerintahkan agar Polri dan TNI untuk bertindak tegas apabila ada sesuatu yang mengganggu keutuhan negara. Namun, kata Johan, tindakan tegas tetap harus berpedoman dengan peraturan yang ada.


"Saya kira tindakan tegas bagi aparat keamanan tentu dalam konteks penegakan hukum yang harus sesuai koridor. Saya kira itu tidak perlu lagi diucapkan. Memang ini kan negara yang demokratis, jadi menurut saya Polri menegakkan hukum juga harus sesuai kaidah-kaidah hukum," kata Johan kepada KBR, Selasa (16/5/2017).


Johan mengatakan pidato Presiden Joko Widodo dilatarbelakangi maraknya upaya saling menjelekkan, saling memfitnah, saling menolak dan saling mendemo. Kejadian tersebut terjadi di sejumlah daerah.


"Dalam beberapa hari terakhir ada gesekan antarkelompok di masyarakat. Mulai saat ini saya minta gesekan tersebut segera dihentikan," tandas Presiden Joko Widodo dalam pidatonya, Selasa (16/5/2017). Pidato itu dihadiri sejumlah tokoh agama, Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

red


Baca juga:

Dikritik Kontras


LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) mengkritik pidato Presiden Joko Widodo terkait imbauan penghentian konflik horizontal yang terjadi pasca pilkada di DKI Jakarta.


Saat memberikan pidato, Selasa, 16 Mei kemarin, Presiden Jokowi menyinggung menguatnya konflik agama dan golongan. Presiden menginstruksikan aparat TNI Polri untuk bertindak tegas jika ada sesuatu yang mengganggu keutuhan NKRI.


Koordinator Divisi Pemenuhan Hak Sipil Kontras, Putri Kanesia mengatakan presiden seharusnya melihat bagaimana kaitan penegak hukum dan aparat negara dalam menghadapi masalah yang hari ini terjadi.


Menurut Putri, mestinya Presiden lebih menyoroti soal pembubaran suatu organisasi dan tindakan sewenang-wenang Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terhadap seorang perempuan aktivis pegiat HAM.


"Sebenarnya akan lebih baik ketika dalam pidatonya itu Jokowi juga menyinggung bagaimana seharusnya negara dan aparant membantu menjaga kondisi yang jauh lebih baik. Karena di akhir pidato, saya melihat Presiden hanya menitikberatkan kepada fungsi aparat," kata Putri Kanesia kepada KBR, Selasa (16/5/2017).


Putri mengapresiasi pidato Jokowi jika memang dimaksudkan untuk membuat situasi tenang dan untuk melindungi agar tidak ada perpecahan. Namun menurutnya, pidato itu mestinya tidak hanya ditunjukan kepada satu atau dua kelompok saja.


Putri mengatakan Jokowi juga harus memerintahkan aparatur negara menahan diri untuk tidak memperuncing permasalahan atau memperuncing kekerasan yang sekarang terjadi.


"Jangan sampai penegak hukum dan aparatur negaran, malah menjadi aktor dari permasalahan dan perpecahan yang terjadi," kata Putri.

red


Baca juga:
    <li><b>
    

    Alasan Semar dan Punakawan Demo di Balai Kota Solo  

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/05-2017/ormas__bubarkan_pameran_untuk_wiji_thukul_di_yogyakarta/90085.html">Ormas Bubarkan Pameran untuk Wiji Thukul di Yogyakarta   </a> </b></li></ul>
    

    Editor: Agus Luqman 

  • Presiden Jokowi
  • Jokowi
  • Joko Widodo
  • intoleransi
  • NKRI
  • konflik horizontal
  • pilkada DKI Jakarta 2017
  • Pilkada DKI 2017

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!