BERITA

Revisi UU Pilkada, Pemerintah dan DPR Deadlock Satu Pasal

Revisi UU Pilkada, Pemerintah dan DPR Deadlock Satu Pasal

KBR, Jakarta- Pembahasan revisi UU Pilkada Pemerintah dan DPR masih terganjal satu pasal. Ketua Komisi Pemerintah Dalam Negeri DPR, Rambe Kamarulzaman, mengatakan pemerintah tetap mengusulkan anggota DPR, DPD, dan DPRD yang maju ke pilkada mundur. Sementara, DPR masih keberatan jika harus mundur.

Kata Rambe, dalam perkembangan pembahasannya, muncul satu ide untuk menengahi perbedaan itu.

"Itu yang ditawarkan. Pemerintah menawarkan mundur dari MK, ya DPR melaksanakan juga keputusan MK. Tapi mundurnya itu adalah mundur dari AKD (alat kelengkapan dewan-red). (Tapi keputusan MK kan mundur dari keanggotaan Pak?) Ya mundur dari DPR. Ga disebut juga mundur dari keanggotaan," dalihnya, Senin(30/5/2016).

Rambe enggan menyebutkan fraksi-fraksi yang mengusulkan mau pun menyetujui opsi tersebut. Namun ia menyatakan Golkar mendukung opsi anggota DPR hanya perlu mundur dari Alat Kelengkapan Dewan di DPR.

Sementara untuk dua poin lain, Rambe mengatakan kedua belah pihak sudah sepakat. Untuk calon incumbent, mereka sepakat bahwa kepala daerah incumbent harus cuti sejak dia dinyatakan sebagai calon hingga 3 hari menjelang pemilihan.

Soal sanksi bagi pelaku money politic, Rambe mengatakan mereka tinggal menyepakati mekanisme pemberian sanksi bagi pasangan calon atau tim sukses yang tertangkap melakukan money politic.

"Sanksi sudah oke, pidana. Tinggal jumlah-jumlahnya. Konsep sudah ada dari pemerintah, tinggal metodenya. Mekanismenya gimana," tambah dia.

Ia tidak menutup kemungkinan tarik-menarik pembahasan pasal ini akan menemui kebuntuan. Jika begitu, ujar Rambe, keputusan akhir mungkin diputuskan melalui voting di paripurna.

Kemendagri Ngotot Harus Mundur

Sementara itu di tempat lain, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo memastikan anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mundur jadi jabatannya apabila sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai calon gubernur, bupati, dan wali kota.  Ujarnya, hal tersebut merupakan sikap pemerintah dan diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat.

"TNI polri, PNS, termasuk DPR, DPD harus mundur. TNI polri dan PNS diatur oleh UU TNI, Polri dan UU ASN, tetapi untuk DPR DPD sudah ada putusan MK. Oleh karenanya sikap pemerintah tegas berdasar hasil konsultasi kami, kami juga laporkan apa yang menjadi aspirasi semua temen fraksi, yang saya dan Pak Laoly tampung dan minggu kemarin sudah kami sampaikan bahwa prinsipnya pemerintah tidak ingin bertentangan dengan apa yang sudah diputuskan oleh MK," ujarnya kepada wartawan di Kantor Presiden Pasca Rapat Terbatas hari ini, Senin (05/30).

Dia masih berharap, awal Juni mendatang RUU Pilkada bisa disetujui oleh DPR dalam rapat paripurna selanjutnya.

"Sabtu lalu sudah masuk tahap semifinal. Saya dan Menteri Hukum dan Ham hadir. Masalah krusial sudah kita putuskan bersama. Dan hari ini tim perumus dan tim sinkronisasi tinggal merumuskan, menyinkronkan, beberapa hal yang sudah disepakati tapi perlu rumusan yang baku dan mudah-mudahan tanggal 1 atau 2 Juni mendatang sah diputuskan dalam rapat paripurna DPR," tutupnya.

Editor: Dimas Rizky

  • revisi UU pilkada
  • Parlemen

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!