BERITA

Organisasi Advokat Didesak Lawan Mafia Peradilan

Organisasi Advokat Didesak Lawan Mafia Peradilan

KBR, Jakarta - Koalisi Pemantau Peradilan mendesak organisasi advokat di seluruh Indonesia terlibat langsung dalam upaya melawan mafia peradilan di Indonesia. Pasalnya menurut Peneliti  PSHK, Miko Ginting, pengacara dinilai sebagai bagian yang ikut bertanggung jawab dalam bobroknya sistem peradilan Indonesia.

"Posisi pengacara itu sama pentingnya dengan hakim, penyidik dan jaksa. Jangan sampai advokat terpaksa dan dipaksa menjadi bagian dari mafia peradilan karena sistem yang rapuh," jelasnya saat dihubungi KBR.


Menurutnya, organisasi advokat semestinya menyikapi serius tertangkap tangannya Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan kasus pencegahan, penyitaan uang milik Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.


"Advokat memiliki tanggung jawab moral dan profesi untuk menciptakan peradilan yang bersih. Keluhuran advokat sebagai profesi yang mulia terdampak secara negatif dengan adanya mafia peradilan," ujarnya.


Kata dia, hingga saat ini belum banyak organisasi advokat yang bersuara dan bertindak mengenai pemberantasan mafia peradilan. Saat ini yang tercatat kata dia, baru Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) yang bersuara secara terbuka terhadap fenomena mafia peradilan ini.


"Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mengajak seluruh organisasi advokat untuk bersama-sama mendeklarasikan perang terhadap mafia peradilan. Pengadilan yang bersih dan berintegritas adalah cita-cita bersama," imbuhnya.


Langkah awalnya, kata dia, bisa dengan mempertanyakan langkah KPK yang tak kunjung menetapkan Sekretaris MA, Nurhadi sebagai tersangka. Selain itu, sikap Ketua MA yang tidak kunjung menonaktifkan Nurhadi dari jabatannya juga patut dipertanyakan.


"Pengadilan yang bersih dan berintegritas adalah cita-cita bersama. Desakan terhadap KPK dan MA untuk segera membongkar jaringan mafia peradilan di Mahkamah Agung penting untuk segera dilakukan," pungkasnya.

Kasus mafia peradilan mencuat setalah KPK menetapkan dua tersangka dari hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu 20 April 2016 lalu. Keduanya, yakni Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno. Pada tahun 2004, Doddy Aryanto Supeno tercatat sebagai Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga atau anak perusahaan PT Lippo Karawaci Tbk. Perusahaan itu bergerak di bidang properti.

Edy disangka menerima suap sebesar 150 juta dari Doddy, dengan uang total yang dijanjikan sebesar 500 juta. Suap itu terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) sengketa perdata antara dua perusahaan di PN Jakpus. Meski suap tersebut tergolong kecil, KPK memastikan ada kasus besar yang akan segera diungkap dibaliknya.


KPK juga telah menggeledah rumah dan ruang kerja Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. KPK menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar dan sejumlah dokumen. Hingga saat ini, penyidik masih mendalami keterlibatan Nurhadi dalam kasus ini. Selain itu, KPK juga mengajukan izin pencegahaan bepergian ke luar negeri terhadap Presiden Komisioner Lippo Land Development Eddy Sindoro. Juru Bicara KPK Yuyuk mengatakan Eddy dicegah agar sewaktu-waktu dapat dimintai keterangan oleh penyidik.

Editor: Sasmito Madrim

  • mafia peradilan
  • KPK
  • Peneliti PSHK Miko Ginting

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!