BERITA

Imparsial: Pakai Simbol Palu Arit itu Kebebasan Berekspresi

""Kalau kita ke Jerman, Amerika, di sana orang pakai kaus palu arit biasa saja. Padahal negara itu berideologi anti-komunisme," kata Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf."

Agus Lukman

Imparsial: Pakai Simbol Palu Arit itu Kebebasan Berekspresi
Anggota Partai Komunis Lebanon membawa bendera berlambang palu arit saat menggelar pertemuan pada September 2013, memperingati perang sipil Libanon melawan Israel. (Foto Al Akhbar/Creative Commons)

KBR, Jakarta- LSM hak asasi manusia Imparsial meminta masyarakat tidak menyikapi berlebihan munculnya isu atau rumor kebangkitan Partai Komunis Indonesia PKI.


Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf mengatakan munculnya isu kebangkitan PKI hanya propaganda kelompok tertentu untuk menghadang upaya negara dan masyarakat dalam mengungkap dan menyelesaikan tragedi kemanusiaan tahun 1965.


Al Araf juga menilai pelarangan penggunaan atribut atau simbol palu arit sebagai pelanggaran terhadap hak berekspresi yang dilindungi konstitusi.


"Lukisan atau tulisan palu arit itu bagian dari kebebasan berekspresi. Sesungguhnya itu tidak selalu jadi ancaman bagi keamanan negara. Tapi, seringkali hal-hal itu diidentikkan sebagai bagian dari ancaman negara. Padahal itu bagian dari kebebasan berekspresi yang diakui konstitusi," kata Al Araf kepada KBR, Selasa (10/5/2016).


"Kalau kita ke Jerman, Amerika, di sana orang pakai kaus palu arit biasa saja. Padahal negara itu berideologi anti-komunisme, dan bahkan komunisme Sovyet menjadi lawan mereka di masa lalu. Bagi negara-negara itu, pakai baju simbol palu arit, itu tidak ada masalah, karena itu bagian dari kebebasan berekspresi," lanjut Al Araf.


Al Araf mengatakan selama 32 tahun masyarakat Indonesia didoktrin sejarah versi Orde Baru bahwa hal berbau palu arit identik dengan PKI dan ancaman bagi negara. Apalagi itu dimunculkan dengan aturan melalui Tap MPRS Nomor XXV tahun 1966.


Karena itu ia menganggap penting agar negara membentuk Komisi Kebenaran untuk mengungkap fakta sejarah itu. Termasuk mengkaji ulang Tap MPRS tersebut.


Pengamat militer yang pernah mengajar di Universitas Pertahanan itu juga mengkritik sikap reaktif dari kalangan TNI yang menyebarkan aparatnya untuk merazia atribut-atribut palu arit atau menangkap orang-orang yang menggunakan atribut itu.


"Itu sesuatu yang tidak perlu dilakukan militer. Ini ranah hukum. Militer tidak perlu terlibat dalam persoalan-persoalan ancaman terhadap keamanan negara yang berasal dari dalam negeri. Lagi pula simbol palu arit bukan secara identik mengancam keamanan negara," lanjut Al Araf.


Ia meminta agar isu atau rumor kebangkitan PKI tidak membuat masyarakat mengalihkan perhatian dari masalah yang lebih utama, yaitu membongkar dan menyelesaikan tragedi peristiwa 1965.


"Nanti isu utama tidak tersentuh, kita malah ngurusi beginian," kata  Al Araf.


Editor: Malika

  • Imparsial
  • Al Araf
  • palu arit
  • PKI
  • komunisme
  • tragedi 65
  • pelanggaran HAM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!