BERITA

Gubernur Lemhanas Ingatkan Tugas Pokok TNI, Ini Tanggapan Panglima

"Dalam forum itu, Agus Widjojo mengingatkan tugas pokok pertahanan TNI yang berada di wilayah pertahanan, di mana tertera dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI)"

Quinawati Pasaribu, Randyka Wijaya

Gubernur Lemhanas Ingatkan Tugas Pokok TNI, Ini Tanggapan Panglima
Agus Widjojo dilantik menjadi Gubernur Lemhanas oleh Presiden Joko Widodo. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Agus Widjojo mengakui adanya perbedaan pendapat dalam diskusi Program Pendidikan Reguler Angkatan yang digelar Senin (16/5/2016). Perbedaan itu terkait Reformasi TNI dan Rekonsiliasi.

"Beda pendapat ada. Ini kan Lemhanas lembaga akademik, jadi kita terbuka atas pendapat yang berbeda. Tidak ada salahnya ada perbedaan. Dan memang ada perbedaan pendapat, tapi kan tidak salah," kata Agus pada KBR, Rabu (18/5/2016).

Dalam forum itu, Agus Widjojo mengingatkan tugas pokok TNI berada di wilayah pertahanan, di mana tertera dalam Undang-Undang No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TN).

Dalam beleid itu ada 14 tugas pokok, mulai dari operasi militer untuk perang, mengatasi aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasan, membantu tugas pemerintah daerah, pertolongan kecelakaan, hingga membantu menanggulangi akibat bencana alam.

Hanya saja di UU tersebut ditekankan bahwa tugas pokok itu dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Namun, ketika disinggung mengenai urgensi keberadaan Komando Distrik Militer (Kodim) dan Komando Rayon Militer (Koramil) saat ini, ia tidak menjawab dengan tegas. "Ya dilihat saja dalam UU. Di UU itu kan, tugas pokoknya pertahanan. Selama semua gelar TNI dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka fungsi pertahanan, ya sah adanya," jelas Agus.

Sebelumnya, KBR menerima informasi mengenai pertentangan antara Agus Widjojo dengan sejumlah peserta kelas Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 54 di Lemhanas. Dalam forum tersebut, Agus menyampaikan bahwa saat ini Komando Teritorial (Koter) tidak perlu sampai Kodim dan Koramil. Selain itu, Purnawirawan ini menjelaskan tentang konsep rekonsiliasi bangsa atas tragedi pasca 1965. Namun pendapat ini ditentang peserta.

"Ada berpedaan pendapat, sehingga muncul perbedaan. Tetapi kembali, itu adalah sebuah kondisi yang kita pahami sebagai kenyataan yang kita terima," jelasnya.

Baca juga: Siapa Berhak Sita Buku?

Ia juga mengakui sebelum Simposium Nasional 1965 digelar, pihaknya telah mengundang kelompok yang tak sejalan itu. Namun mereka, kata Agus, enggan datang dengan alasan undangan tersebut datang mendadak. Salah satunya adalah purnawirawan, Kiki Syahnakri.

"Kita coba komunikasi dan tidak mudah. Kita juga undang mereka untuk diberikan panggung mungkin waktu mepet. Tapi pada akhirnya memang undangan tidak dipenuhi. Kami sadar Rekonsiliasi suatu topik yang sensitif dan akan menemui tidak sedikit dari tentangan baik pihak manapun dan LSM," pungkas Agus.


Gatot Nurmantyo: Panglima Kami Undang-Undang

Menanggapi pernyataan Agus Widjojo mengenai wacana perombakan struktur TNI, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Gatot Nurmantyo memastikan pihaknya akan tetap berpegang kepada Undang-Undang TNI.

"Kalau  dalam forum akademik saya tidak boleh berkomentar. Apapun bisa dibicarakan yang penting ada landasan-landasan hukumnya kan begitu, tapi seharusnya jangan sampai keluar. Karena pernyataan seorang Gubernur Lemhannas itu adalah lembaga, sedangkan TNI punya undang-undang. Saya sebagai panglima TNI, prajurit saya semuanya. Panglima tertinggi saya adalah undang-undang," kata Gatot Nurmantyo di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (18/5/2016).

Baca juga: Panglima Klaim Penyitaan Buku Kiri Sesuai Prosedur


Editor: Damar Fery Ardiyan

 

  • gubernur lemhanas Agus Widjojo
  • reformasi TNI
  • rekonsiliasi
  • Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!