BERITA

Pemerintah Pangkas Bongkar Muat Hingga 4,7 Hari

Pemerintah Pangkas Bongkar Muat Hingga 4,7 Hari

KBR, Jakarta - Pemerintah menargetkan waktu bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan selesai selama 4,7 hari. Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo mengatakan, saat ini waktu bongkar sudah menurun dari 9 hari menjadi 5,6 hari. "Kita berproses antara 8-9 hari, kemarin kita bisa sampai 4,9 sekarang naik lagi 5,6 hari. Tapi sudah turun," kata Indroyono di Kantor Menko Kemaritiman, Selasa, 12 Mei 2015. 

Menurut Indroyono waktu bongkar muat yang pendek ini akan meningkatkan daya saing dan bisa menghemat sistem logistik nasional hingga 700 triliun Rupiah. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membentuk crisis center di Pelabuhan Tanjung Priok. "Ini sudah kita dorong terus. Salah satunya akan dibangun crisis center atau helpdesk, di mana disiapkan di Kementerian Perhubungan, sistem onlinenya itu dikaitkan dengan sistem indonesia national single window," ujarnya.

Indroyono mengaku tengah fokus terhadap crisis center di Tanjung Priok karena mayoritas permasalahan logistik terdapat di sana. Tercatat ada sekitar 40 pelaku usaha yang aktif melakukan bongkar muat di pelabuhan Utara Jakarta ini. Dia mengimbau agar pelaku usaha tersebut tidak menimbun barang di pelabuhan. "Begitu selesai di Bea Cukai, langsung saja keluar," ujar Indroyono.  

Guna memperpendek waktu, pihaknya juga meminta Badan POM, Kementerian Kesehatan dan Bea Cukai memangkas proses bongkar muat.

"Ada tiga fase, preclearance, karantina, kesehatan, badan pom, itu kita patok 2,7 hari harus selesai. Kemudianbea cukainya sendiri, custom, itu setengah hari harus selesai, mereka siap. Post clearance ini, kita kasih 1,5 hari," pungkasnya.


Editor: Damar Fery Ardiyan

  • Bongkar Muat
  • Dwelling Time
  • Pelabuhan
  • Kemaritiman

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!