NASIONAL

Ibu Korban Mei 1998: Kalau Nggak Ada Provokatornya, Anak Saya Nggak Mati

"Ibu-ibu korban Mei 1998 di Yogya Plaza menabur bunga mengenang anak mereka yang tewas terpanggang dalam pusat perbelanjaan di Jakarta Timur itu."

Citra Dyah Prastuti

Ibu Korban Mei 1998: Kalau Nggak Ada Provokatornya, Anak Saya Nggak Mati
Kerusuhan Mei, Mei 1998, Tragedi Mei, Yogya Plaza Klender

KBR, Jakarta – Kusmiati (50) merogoh kelopak bunga merah putih dari dalam kantong plastik transparan, lalu menebarnya ke udara. Mulutnya merapal doa. Di sisinya ada satu ibu yang juga menebar bunga ke udara, juga ke pelataran parkir Mall Citra Klender di bilangan Jakarta Timur. 


Mereka baru selesai keliling mall ini untuk melakukan upacara tabur bunga. Sembari menabur bunga, ibu-ibu yang ada di belakang membawa spanduk warna merah berjudul “16 Tahun Tragedi Mei, Jangan Lupakan Segera Tuntaskan”. 


Mereka adalah para ibu yang anak-anaknya hilang dan tewas di Mall Citra Klender, yang dulu bernama Yogya Plaza. Inilah salah satu saksi kerusuhan dan penjarahan di bulan Mei 16 tahun silam. Ribuan orang tewas di dalamnya karena terperangkap dan terpanggang api. Menurut catatan Komnas Perempuan, banyak orang yang diprovokasi untuk masuk ke dalam Yogya Plaza oleh orang-orang berambut cepak dan berbadan tegap. Lalu mereka diperangkap di dalamnya, lantas gedung dibakar. 


Mencari Mustopa


“Anak saya, Pak… Kalau nggak ada provokatornya, anak saya nggak mati,” jerit Kusmiati histeris. Anaknya, Mustopa, adalah salah satu ribuan korban. Saat itu Mustopa baru berusia 14 tahun, duduk di bangku kelas 2 SMP. Sore itu dia pamit kepada Kusmiati untuk pergi main catur ke rumah temannya. 


Sampai azan Maghrib berkumandang, Mustopa tak juga pulang. Kusmiati mulai cemas. 


“Saya taruh Yasin di rumah dan mulai mencari. Saya mau cari anak saya. Saya tanya teman-temannya main catur,” cerita Kusmiati mengingat kejadian 16 tahun lalu. Dari situ firasatnya menguat. Ia lantas berjalan kaki dari rumahnya di bilangan Cipinang Muara untuk menuju ke Yogya Plaza di Klender. Kusmiati ditemani tetangga dan anaknya. “Tetangga saya bawa kayu. Jaga-jaga kalau ada yang nakal di jalan.”


Di depan Yogya Plaza sudah ada lautan manusia dan api mulai berkobar di dalam gedung. Tak ada satu pun aparat di sana, kata Kusmiati. 


Amu yang saat peristiwa Mei 98 terjadi masih remaja, membenarkan keterangan Kusmiati. “Teman-teman saya pada ke sana semua. Saya nggak berani. Saya liatin dari jauh aja. Pada bawa barang-barang keluar dari dalam mal,” kata Amu yang kini berprofesi sebagai tukang ojek. 


Kusmiati mencari ke sana kemari dan tak kunjung menemukan anaknya. Dia nekad masuk ke dalam gedung meski api masih berkobar. Ia menerabas masuk terus sampai ke lantai 2. 


“Api masih berkobar, asap di mana-mana. Saya beruntung dikasih umur panjang.”


Kusmiati terus mencari sampai jam 3 pagi, saat itu sudah masuk hari Jumat. Anaknya tak kunjung ditemukan. Hari Sabtu, Kusmiati memutuskan untuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). 


“Di situ sudah berjajar di lantai. Gosong semua. Yang dari Yogya Plaza gosong, yang dari Cileduk kondisinya setengah matang,” kata Kusmiati. 


Setelah menelusuri jenazah demi jenazah di RSCM,Kusmiati pun bertemu anaknya. 


“Gosong semua. Tubuhnya berminyak. Saya tahu itu anak saya dari celana dalamnya.”


Terus berjuang 


Selama 16 tahun belakangan ini, Kusmiati terus mengingat anaknya. Anak keduanya kini sudah berumah tangga. Mustopa, kalau masih hidup, mestinya berusia 30 tahun sekarang. Bisa jadi sudah berkeluarga, sudah punya anak. 


Kusmiati yakin sekali aparat terlibat dalam kerusuhan di Yogya Plaza yang sekarang bernama Mal Citra Klender itu. “Ada orang yang pakai motor lalu bilang “Serbuu…serbuuu..” Banyak tentara, tapi mereka nggak pakai seragam,” kata Kusmiati yakin. 


“Prabowo dan Wiranto yang harus bertanggung jawab! Itu mereka yang bikin provokatornya sampai anak saya mati!” 


Kusmiati menghapus air matanya dengan ujung kerudungnya yang berwarna ungu. Wajahnya gusar.  Ia sakit hati karena Wiranto sempat berucap kalau orang-orang yang ada di Yogya Plaza itu adalah penjarah. 


“Di mana mereka waktu ada kerusuhan?” 


“Sekarang mereka merayu masyarakat untuk pilih mereka jadi Presiden…. Anak saya mati!”


“Jangan dipilih presiden yang kayak gitu. Lebih baik presiden yang mendatang itu yang lain saja, yang nggak punya masalah dengan korban Mei 1998.”


Usai tabur bunga di Mall Citra Klender,acara berlanjut dengan ziarah ke makam salah satu korban Mei yang terletak di belakang pusat perbelanjaan itu. Sebuah bus Kopaja sudah menanti di pinggir jalan, siap membawa ibu-ibu ini berziarah dari ke sejumlah tempat pemakaman tempat dikuburnya korban Mei 1998 dari Yogya Plaza ini. 


Kusmiati membenarkan letak kerudungnya dan bergabung bersama yang lain di dalam Kopaja. 


“Anak kan harapan keluarganya. Dia malah direnggut nyawanya.” 


  • Kerusuhan Mei
  • Mei 1998
  • Tragedi Mei
  • Yogya Plaza Klender

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!