NASIONAL

Pemilu 2024, Ancaman Hoaks Buzzer Politik

"Kepolisian mendirikan rumah kebangsaan untuk cegah polarisasi dan perpecahan akibat pemilu. "

buzzer pemilu 2024
Ilustrasi: Aksi menolak hoaks. (Antara/Ardika)

KBR, Jakarta - Praktik buzzer atau pendengung politik di media sosial diperkirakan makin gencar saat Pemilu 2024. Apalagi, penetrasi internet tahun lalu naik 13 persen menjadi 77 persen. Artinya, 8 dari 10 penduduk Indonesia kini sudah mengakses internet.

Pusat Masyarakat Digital dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menyebut tingginya penetrasi internet di tengah berkembang pesatnya disinformasi dan hoaks dapat mengancam penyelenggaraan pemilu yang berintegritas dan berkualitas.

Peneliti Pusat Masyarakat Digital UGM, M. Irfan Dwi Putra mengatakan, praktik pendengung politik sudah terjadi sejak lebih dari 10 tahun, sejak Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2014.

Saat itu, narasi anti-Partai Komunis Indonesia (PKI) dan anti-Tionghoa sengaja didengungkan sebagai praktik kampanye hitam terhadap salah satu kontestan.

Selanjutnya, pada Pemilu 2019, polarisasi di media sosial menguat dipicu praktik kampanye hitam oleh pendengung politik dengan sebutan Cebong-Kampret.

Irfan mengatakan praktik buzzer yang sudah berdampak negatif harus mendapat sanksi.

“Ada setidaknya tiga ketentuan di dalam hukum Indonesia yang bisa menjerat para buzzer politik ini. Pertama kalau misalkan kita lihat di dalam Pasal 280 dari Undang-Undang Pemilu, itu ada beberapa ketentuan yang terkait dengan larangan-larangan masa kampanye. Dalam poin C itu ada salah satu larangannya   menghina seseorang agama, suku, ras, golongan dari para calon atau peserta pemilu yang lain. Nah kemudian di pointnya itu ada juga larangan terkait dengan menghasut dan mengadu domba seseorang atau masyarakat,” ucap Irfan dalam diskusi daring, Selasa, (28/02/2023).

Peneliti Pusat Masyarakat Digital UGM M. Irfan Dwi Putra mengakui penegak hukum sulit menegakkan hukum karena identitas buzzer kerap anonim atau disembunyikan.

Selain itu, buzzer kerap bersembunyi di balik jaminan atas kebebasan berpendapat. Karena itu, ia mendorong peran serta pemerintah untuk peningkatan kualitas literasi digital masyarakat agar tidak mudah terprovokasi hingga menyebabkan polarisasi.

Guna mengantisipasi ancaman polarisasi akibat kampanye negatif buzzer, Polri memperpanjang nota kesepahaman dengan Komisi Pemilihan Umum KPU RI dan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI.

Baca juga:

Hoaks KPK Temukan Rp300 Triliun Untuk Biaya Kampanye Ganjar

Diduga Langgar Netralitas, Bawaslu Rembang Periksa Puluhan Kepala Sekolah

Kepala Polri, Listyo Sigit Prabowo mengatakan, salah satu upaya yang ditempuh yakni mendirikan 12 rumah kebangsaan untuk cegah polarisasi dan perpecahan akibat pemilu.

“Polri juga mendorong upaya penguatan persatuan dan kesatuan dengan mendirikan 12 rumah kebangsaan. Rumah kebangsaan ini tentunya akan terus kita kembangkan dan kita harapkan dapat menjadi salah satu cooling system sebagai wadah untuk menyatukan berbagai elemen masyarakat guna mencegah perpajakan perpecahan ataupun polarisasi yang akan terjadi,” ucap Listyo, Rabu, (12/04/2023).

Selain itu, Polri juga menggandeng pihak lain seperti pemerintah daerah hingga TNI untuk memberikan keamanan selama penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan itu. Terutama kenyamanan di ruang siber. Apalagi, jadwal kampanye Pemilu 2024 yang sempit diperkirakan akan membuat para kandidat menggencarkan kampanye di media sosial.

Polri juga akan mengerahkan tim patroli khusus untuk mengawasi isu-isu yang muncul di media sosial berkaitan dengan kerawanan Pemilu 2024.

Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI juga mewaspadai ancaman dari para buzzer politik, dan memasukkannya dalam peta kerawanan penyelenggaraan Pemilu 2024.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengklaim sudah mengantisipasi kemunculan buzzer sejak tahapan awal penyelenggaraan pemilu. Ia mengakui tidak mudah mengawasi dan menangani penyebaran berita bohong hingga konten yang memicu perpecahan yang dilakukan para buzzer politik. Apalagi, penegakan hukum terhadap para buzzer selama ini juga masih lemah.

“Nah permasalahan 2019 yang lalu adalah penegakan hukumnya, ini yang masih kurang. Jika ada orang yang melakukan berita bohong, politisasi SARA, dan hoaks bagaimana penegakan hukumnya di media sosial?  Pertama kita take down akan tetapi tidak langsung, karena biasanya kalau satu kita take down, muncul 10 lagi. Ada efek jera yang harus dilakukan,” ujar dia, Selasa  (14/06/2023).

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan ia akan menggandeng Cyber Crime Mabes Polri untuk melakukan penindakan terhadap buzzer secara lebih serius.

Selain itu, ia juga akan meminta bantuan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk turut mencari aktor intelektual yang menggerakan pendengung politik itu.

Meski begitu, ia memastikan akan berlaku adil terhadap semua pelanggar, termasuk menjamin hak mereka untuk membela diri dan tidak mudah menuduh partai politik sebagai dalangnya.

Editor: Rony Sitanggang

  • buzzer
  • pemilu 2024
  • #kabar pemilu KBR
  • kabarpemilu
  • Bawaslu
  • hoaks
  • Rumah Kebangsaan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!