NASIONAL

Ekonomi Belum Merata, Konglomerat Itu-Itu Aja?

"Pemerataan ekonomi dinilai mampu memperkuat keutuhan suatu negara. Lantaran seluruh masyarakat bisa merasakan manfaat pembangunan yang ada."

Lea Citra

Podcast Whats Trending
Podcast Whats Trending

KBR, Jakarta- Akibat perekonomian yang tidak merata, Menteri Investasi Indonesia, Bahlil Lahadalia menyebut konglomerat di Indonesia itu-itu saja.

"Politik, demokrasi kita seperti sekarang terlepas dari plus minusnya, presiden sudah berganti, Gubernur sudah berganti, menteri sudah berganti, anggota DPR sudah berganti. Saya pun kalau tidak ada demokrasi tidak mungkin jadi menteri ya kan dari kampung gimana. Tetapi yang tidak berganti konglomerat itu itu terus, bertambah anak cucunya iya. berganti ke yang lain? enggak. kenapa? karena memang ada kebijakan negara yang tidak konsisten untuk kita memfasilitasi mereka," kata dia pada rapat koordinasi pembangunan pusat 2023 (6/4/23).

Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia pun mengungkap perintah Presiden Joko Widodo agar investasi yang masuk harus mampu berkolaborasi dengan pengusaha-pengusaha dan UMKM daerah.

"Jadi jangan orang Jakarta lagi. Jangan lu lagi-lu lagi. Ini yang melahirkan kecemburuan sosial, gini rasio kita enggak bisa terwujud satu persen penduduk Indonesia menguasai akses ekonomi lima puluh persen. Jadi sampai kapan negara kita mau seperti ini?," pungkasnya.

Kenapa Masalah Ini Penting?

Pemerataan ekonomi dinilai mampu memperkuat keutuhan suatu negara. Lantaran seluruh masyarakat bisa merasakan manfaat pembangunan yang ada.

Melansir laman Kominfo, perekonomian Indonesia berasaskan demokrasi dan berbasis ekonomi pasar yang adil. Pemerintah digadang-gadang mengeluarkan kebijakan yang berlandaskan keadilan agar rakyat mendapatkan apa yang mereka butuhkan (equity) untuk meningkatkan kualitas hidupnya, bukan sekadar equality atau kesamaan perlakuan semata.

Beberapa paket kebijakan yang ditawarkan pemerintah adalah pembangunan infrastruktur, memperkuat daya saing, memperkuat ekonomi ekonomi, memperkuat kawasan pariwisata di seluruh wilayah indonesia dengan dukungan kebijakan pemerataan ekonomi.

Baca juga:

Pembayaran THR yang Melanggar Ketentuan

THR Cair, Mending Nabung atau Borong Belanja Lebaran?

Erotomania: Delusi Dicintai Seseorang

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai persoalan pemerataan ekonomi ada pada persoalan lapangan usaha. Menurutnya, selama ini bisnis di Indonesia hanya dikuasai oleh beberapa orang saja.

"Seperti pertambangan, perkebunan skala. Nah itu harus kemudian, dikelola lagi oleh negara. Karena bagaimanapun juga izin usahanya kan ada di pemerintah, kemudian juga dari hak pengelolaannya juga, sebenarnya dikeluarkan oleh pemerintah. Nah itu harus ada semacam penerbitan moratorium, izin baru. Harus ada kemudian tanggung jawab lingkungan," ujar Bhima.

Kenapa pemerataan ekonomi penting? Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut ketimpangan ekonomi yang besar, bisa menyulut gesekan dan konflik sosial. Menurut Bhima, inilah yang harus diwaspadai.

"Efeknya tentu, ada masalah sosial, ada masalah konflik sosial yang potensinya tinggi sekali, atau resikonya tinggi sekali. Dan bisa dibayarkan ya, ada orang yang misalnya punya aset banyak, bolak-balik ke luar negeri. Sementara enggak jauh dari situ tetangganya, enggak bisa makan. Nah kalau itu terlalu ekstrem, kan bisa jadi penjarahan, bisa konstitusi sosial, konflik horizontal pada masyarakat. Kemudian yang kedua tentunya kita juga akan terjebak pada kelas menengah, yang kaya semakin kaya. Sementara yang miskin juga semakin dalam kemiskinannya," pungkas Bhima.

Lebih lanjut soal ini, kita dengarkan podcast What's Trending di link


Editor: Wydia Angga 

  • Konglomerat itu-itu aja
  • Si miskin
  • Si kaya
  • Ekonomi
  • Ketimpangan
  • Pemerataan ekonomi
  • Investasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!