NASIONAL

Paripurna DPR Sahkan RUU TPKS, LBH APIK: Menyisakan Beberapa Hal

Ketua DPR Puan Maharani terima Pandangan Akhir Pemerintah RUU TPKS dari Menteri PPPA Bintang Puspayo

KBR, Jakarta-  Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) menilai, pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang masih menyisakan beberapa hal yang yang tidak sesuai harapan. Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Khotimun Sutanti mengatakan, salah satu yang akhirnya tidak terakomodasi di dalam UU TPKS adalah delik perkosaan.

"Jadi delik perkosaan kan kita dari masyarakat sipil mengusulkan agar masuk sekalian ke dalam UU TPKS kan. Namun kita sudah bicara dengan beberapa pihak pemerintah maupun DPR, bahwa delik perkosaan akan dimasukkan ke RKUHP. Di UU TPKS itu memang disebut delik kekerasan seksual ya, dimention di UU TPKS, namun rumusannya itu di dalam RKUHP. Nah itu sebetulnya yang belum sesuai dengan apa yang kita harapkan," kata Khotimun kepada KBR, Selasa (12/4/2022).

Menurut Khotimun, jika ada rumusan yang dipisahkan di dalam dua Undang-Undang, nantinya akan lebih sulit dalam implementasinya. Apalagi dinamika pembahasan RKUHP yang masih tidak bisa diprediksi.

"Karena dia lebih kompleks yang diatur kan, dan ada hal-hal yang mungkin kita belum sejalan di pasal lain dan seterusnya. Itu yang kita khawatir nanti untuk delik perkosaan ini tidak segera disahkan," imbuhnya.

Baca juga:

Meski begitu, Khotimun mengapresiasi pengesahan RUU ini setelah perjuangan selama tujuh tahun. Kata dia, meskipun masih ada beberapa hal yang belum sesuai harapan, namun UU TPKS sudah mengakomodasi 80 persen keinginan dari masyarakat sipil.

Editor: Rony Sitanggang

  • DPR
  • RUU TPKS
  • Fraksi PKS Menolak Pengesahan RUU TPKS
  • RKUHP
  • Baleg DPR
  • DIM RUU TPKS
  • PKS
  • Panja RUU TPKS

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!