NASIONAL

Eksaminasi Putusan Penyiraman Air Keras Dirilis, Novel Baswedan Singgung Manipulator

"Eksaminasi dilakukan bukan hanya sekadar menguji putusan dan menemukan kesalahan, namun juga untuk menguak permasalahan dan apa yang terselubung."

Resky Novianto

Eksaminasi Putusan Penyiraman Air Keras Dirilis, Novel Baswedan Singgung Manipulator
Bekas penyidik KPK, Novel Baswedan, korban penyiraman air keras. Foto: Twitter KPK.

KBR, Jakarta- Bekas penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengapresiasi eksaminasi atau pemeriksaan yang dilakukan Tim Advokasi Novel Baswedan dan sejumlah pakar, terhadap putusan perkara penyiraman air keras.

Eksaminasi tersebut dilakukan bukan hanya sekadar menguji putusan dan menemukan kesalahan, namun juga untuk menguak permasalahan dan apa yang terselubung.

"Kita semua atau saya paling tidak berharap, kita bisa membawa permasalahan-permasalahan ini ke ruang yang lebih terang sehingga apa pun yang dilakukan seperti manipulasi dan lain sebagainya, itu bisa menjadi lebih terlihat," ujar Novel dalam Webinar Peluncuran Eksaminasi Putusan Kasus Penyiraman Air Keras terhadap Novel Baswedan, Selasa, (19/4/2022).

Novel berharap hasil eksaminasi bisa membuat setiap orang berpikir kembali jika ingin memanipulasi perkara.

"Tentu kita berharap upaya-upaya ini bisa membuat orang-orang yang terbiasa melakukan manipulasi, kemudian harus berpikir ulang karena tentunya pada suatu saat akan menjadi sorotan orang banyak dan itu akan menjadi hal yang sangat memalukan," ujar Novel.

Novel Maafkan Pelaku

Novel mengaku sejak awal telah memaafkan pelaku secara pribadi. Akan tetapi, dia tidak ingin memaklumi atau membiarkan apalagi mengizinkan para pelaku melakukan hal serupa kepada orang lain.

"Telah saya sampaikan di banyak forum tentang apa yang terjadi itu adalah saya sebisa mungkin menjawab secara subjektivitas atau emosional, jadi saya menyampaikan semua dengan fakta atau objektif," tuturnya.

Novel berharap, kejadian yang menimpanya bisa menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan aparat penegak hukum, bahwa upaya penegakan hukum mestinya dilakukan sebaik-baiknya.

"Kalau tidak dilakukan demikian, maka akan ada pembahasan yang dilakukan dengan sebisa mungkin tuntas dan terbuka sehingga ini bisa diharapkan bisa terungkap fakta yang sebenarnya, siapa pelaku yang sebenarnya, termasuk juga aktor intelektualnya," tegasnya.

Aktor Lapangan

Sebelumnya, kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan pada akhirnya hanya menyeret dua aktor lapangan saja. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara Djuyamto memvonis terdakwa Ronny Bugis terkait kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, Kamis, (16/7/2020).

Anggota Brimob Polri itu terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam pasal 353 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Vonis yang diberikan ketua majelis hakim terhadap Ronny Bugis lebih ringan dari terdakwa kedua, yakni Rahmat Kadir Mahulette yang divonis 2 tahun penjara.

Disiram Air Keras 

Pada 11 April 2017, penyidik KPK Novel Baswedan diserang sejumlah orang dengan disiram air keras. Siraman itu menyebabkan mata kiri Novel cacat permanen.

Kedua pelaku ditangkap pada 26 Desember 2019, lebih dari dua tahun sejak penyerangan terjadi. Saat ditangkap, kedua pelaku masih berstatus anggota Brimob aktif.

Saat peristiwa terjadi, Novel Baswedan merupakan ketua Wadah Pegawai KPK yang cukup kritis terhadap upaya memperkerjakan lebih banyak petugas polisi sebagai penyidik KPK. Novel juga menangani sejumlah kasus besar di KPK. Hingga kini, baru dua orang yang diduga sebagai pelaku lapangan yang diproses hukum.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • Novel Baswedan
  • Tim Advokasi Novel Baswedan
  • Penyiraman Air Keras
  • Mabes Polri
  • Eksaminasi Putusan Penyiraman Air Keras

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!