BERITA

OJK Menyebut Literasi Keuangan Masyarakat Masih Rendah

OJK Menyebut Literasi Keuangan Masyarakat Masih Rendah

KBR, Jakarta- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut literasi keuangan masyarakat di Indonesia masih rendah. Hal ini jadi salah satu faktor yang membuat OJK menerima beragam aduan terkait kasus tentang produk keuangan di tanah air. Karena itu, OJK terus berupaya meningkatkan literasi dan perlindungan konsumen jasa keuangan. 

Deputi Komisioner Internasional dan Riset OJK, Imansyah berharap masyarakat mengikuti perkembangan yang terjadi, dengan membekali diri tentang pemahaman yang luas soal industri jasa keuangan dan turunannya. Apalagi menurutnya , saat ini sebagian industri jasa keuangan sudah bermigrasi ke arah digital.

"Survei nasional literasi keuangan OJK tahun 2019, indeks literasi keuangan yang relatif masih harus perlu kita dorong, termasuk juga tingkat literasi keuangan digital Indonesia yang relatif juga masih lebih rendah dibanding dari beberapa negara di kawasan. Ini juga bisa kita lihat dari berbagai macam ragam maraknya pengaduan masyarakat dari berbagai kasus yang terjadi karena ketidaktahuan ataupun kekurangpahaman masyarakat kita terkait dengan berbagai banyak produk keuangan di Indonesia," ujar Imansyah dalam Webinar Mendorong Literasi dan Perlindungan Konsumen SJK Di Era Digital (20/04/21).

Deputi Komisioner Internasional dan Riset OJK, Imansyah menjelaskan situasi pandemi Covid-19 mendorong industri jasa keuangan lebih banyak menghasilkan produk-produk dan jasa dengan fitur digital. Saat ini, industri jasa keuangan semakin bersaing dengan perkembangan teknologi keuangan (financial technology atau fintech).

Peningkatan Pengawasan

Kondisi tersebut membuat OJK juga terus berupaya memperketat pengawasan terhadap perilaku pelaku jasa keuangan dalam mendesain produk.

Menurut Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Agus Fajri Zam, langkah ini dilakukan melihat banyaknya aduan masyarakat terkait pelaksanaan industri jasa keuangan secara digital

"Misleading information. Biasanya kalau orang memberikan informasi lewat media, itu sulit untuk dilakukan verifikasi. Apalagi tadi, kalau yang digunakan adalah public figure, itu orang langsung tanpa banyak bertanya biasanya akan ikuti. Padahal seharusnya perlu dilakukan verifikasi terlebih dulu. Informasi ini benar kah, apa betul disampaikan seperti itu dengan kenyataannya kah, syarat dan kondisi yang ada apakah tidak menyulitkan dan jelas, dan seterusnya dan seterusnya," ujar Agus dalam Webinar Mendorong Literasi dan Perlindungan Konsumen SJK Di Era Digital (20/04/21).

Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Agus Fajri Zam mengatakan berdasarkan pengamatannya, selama ini masih banyak terjadi kesalahan informasi yang dialami oleh konsumen. Terutama soal informasi mengenai penawaran produk dari pelaku jasa keuangan.

"Adanya penawaran dari pelaku usaha yang seakan-akan menawarkan pinjaman dengan cara yang sangat mudah dan tidak ribet tetapi pada akhirnya menyulitkan konsumen untuk menyelesaikan kewajibannya," katanya.

OJK mengklaim saat ini pengawasan telah dilakukan menyeluruh. Sebelumnya, OJK hanya melihat kesiapan produk untuk mendapatkan izin. Kini, desain produk juga turut jadi bahan pencermatan OJK. Terutama terkait kesesuaian dengan kebutuhan konsumen.

Pengawasan juga difokuskan ke soal sarana dan prasarana untuk menangani pengaduan, bagaimana penjualan produk, hingga cara pelaku jasa keuangan menawarkan produknya.

"Kita lihat menawarkan produknya pakai media apa saja, orangnya siapa saja, apakah caranya menawarkan ini sudah sesuai dengan aturan atau tidak," imbuhnya.

Editor: Sindu Dharmawan

  • OJK
  • Otoritas Jasa Keuangan
  • Literasi Keuangan
  • Fintech
  • Financial Technology
  • Perlindungan konsumen jasa keuangan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!