BERITA

Mudik Dilarang, Pengusaha Menjerit

Mudik Dilarang, Pengusaha Menjerit

KBR, Jakarta - Pemerintah resmi melarang mudik Lebaran pada 6 hingga 17 Mei 2021, demi mencegah penularan virus COVID-19.

Larangan disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada 26 Maret 2021, disusul dengan keluarnya Peraturan Menteri Perhubungan tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19, pada 8 April 2021.

Aturan itu melarang moda transportasi umum baik darat, laut maupun udara beroperasi selama 6 hingga 17 Mei 2021. Larangan juga berlaku bagi kendaraan bermotor pribadi.

Larangan ini membuat banyak pengusaha menjerit. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan pelarangan itu sangat memberatkan para pelaku usaha dari berbagai sektor, mulai dari jasa pariwisata, jasa transportasi, hotel, dan sebagainya.

Menurutnya, akan ada potensi tidak berputarnya uang hingga Rp10 triliun, bila masyarakat tidak melakukan pergerakan saat lebaran nanti.

"Kondisinya akan sangat tidak kondusif untuk sektor pariwisata. Bukan hanya sektor hotel dan restoran, maupun tempat-tempat wisata, tapi ekonomi secara keseluruhan. Disampaikan saja yang berputar ada Rp 10 Triliun, dan THR yang bisa dibelanjakan dengan adanya pergerakan manusia. Tapi, gimana kalau pemerintah sudah memutuskan," ujar Hariyadi.

Hariyadi menyebut, dengan pelarangan mudik sudah pasti akan kehilangan potensi revenue atau pendapatan. Karenanya, Ia berharap kebijakan ini, harus disertai dengan kebijakan counter cyclical atau kebijakan yang sifatnya bisa mendongkrak konsumsi.

Minta insentif

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Emil Arifin menyatakan pelarangan mudik akan berimbas kepada lesunya geliat ekonomi di daerah.

Ia memperkirakan larangan itu akan membuat usaha bidang hotel, restoran, dan pariwisata secara otomatis akan anjlok. Ia pun meminta pemerintah agar memberikan semacam insentif tambahan bagi pelaku usaha daerah.

"Di daerah-daerah akan terdampak, karena tidak adanya pergerakan uang dari belanja masyarakat yang mudik. Derah wisata akan sangat berdampak. Saya mohon kiranya dibantu oleh pemerintah dengan adanya pelarangan, maka diberikan insentif lah ya," kata Emil.

Emil mengatakan, lima daerah utama terdampak pelarangan mudik, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Selain, itu daerah lain juga tak kalah besar dampaknya, dari segi ekonomi.

Tidak hanya pengusaha di sektor pariwisata yang mengeluh. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey juga menilai pelarangan mudik akan mengguncang sektor ritel. Terutama pada tingkat konsumsi masyarakat.

Menurutnya, larangan mudik secara langsung menurunkan potensi belanja para masyarakat di daerah.

"Kami berharap pemerintah dapat mengkaji dan meninjau ulang larangan mudik, karena kami mengkritisi terhadap konsumsi yang pasti akan terjerembab. Dengan cara tetap mengizinkan mudik. Jadi kita berharap mudik diizinkan, tetapi dengan protokol kesehatan yang sangat ketat luar biasa," ujar Roy.

Roy menambahkan, biasanya menjelang ramadhan, industri ritel dapat mencapai peningkatan konsumsi 40 sampai 45 persen. Namun, Ia memproyeksikan peningkatan hanya akan mencapai 5 sampai 10 persen saja tahun ini.

Sektor transportasi

Keluhan juga datang dari para pengusaha sektor transportasi umum. Pengusaha bus asal Brebes, Jawa Tengah, Muhadi Setiabudi mengatakan mudik semestinya diperbolehkan, asal para masyarakat yang bepergian dapat menaati protokol kesehatan secara ketat dalam perjalanan.

Pengusaha bus yang memiliki ribuan karyawan ini pun prihatin dengan kebijakan yang cukup memberatkan tersebut.

"Pemerintah mohon lebih arif dan bijak, meninjau kembali dengan larangan mudik karena ini menyangkut hajat nasional, hajat orang banyak. Supaya diizinkan agar diberi kesempatan," tutur Muhadi.

Muhadi mengatakan pandemi memaksa armada bus yang beroperasi setiap harinya dibaasi hanya 20 persen. Hal ini, jelas memukul keras perusahaannya.

Ia mengatakan ekonomi daerah di Jawa Tengah pun turut terimbas, lantaran harapan tuah kedatangan para pemudik pada tahun ini dipastikan pupus.

Sementara itu, Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Semarang, Bambang Pranoto menyebut larangan mudik semakin memperparah nasib awak angkutan umum seperti sopir.

"Pandemi sudah berjalan satu tahun lebih. Imbauan untuk tidak mudik sudah dua kali ini. Kali ini jika pemerintah tidak hadir untuk pengusaha transportasi dan krunya, kami menangis ini, meratap. Belum lagi pemilik usaha transportasi juga harus kasih karyawannya THR nantinya," kata Bambang kepada KBR di Semarang, Selasa (30/3/2021).

Manurut Bambang, selama satu tahun pandemi sopir transportasi angkatan darat seperti bus, taksi dan angkutan umum tak memiliki penghasilan dan beralih bekerja serabutan. Selain sopir angkutan umum, pemilik usaha transportasi juga semakin merugi selama pandemi lantaran menurunnya pendapatan hampir 80 persen.

Ia juga meminta agar pemerintah juga memprioritaskan sopir angkutan umum untuk mendapatkan vaksin lantaran hingga saat ini masih banyak sopir yang belum mendapatkan vaksinasi.

"Vaskin juga belum dapat untuk sopir," katanya.

Bambang berharap agar pemerintah kembali menimbang ulang kebijakan larangan mudik dan mencarikan solusi agar sopir dan pemilik angkutan umum tak semakin merugi.

"Tolong carikan solusi kepada kami agar tak semakin rugi," kata Bambang.pungkasnya.

Editor: Agus Luqman

  • mudik
  • #dilarangmudik
  • Lebaran 2021
  • #pandemi covid-19
  • COVID-19

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!