BERITA

Izin PSBB Belum Keluar, Kenapa Polisi Sudah Gencar Bubarkan Massa?

""Ini saya lihat, ini cuma pemerintahan yang lebih memikirkan keuangan, ekonomi, daripada keselamatan warga," kata Ketua YLBHI."

Izin PSBB Belum Keluar, Kenapa Polisi Sudah Gencar Bubarkan Massa?
Polisi membubarkan warga yang berkumpul di pinggir jalan di Kab. Gowa, Sulawesi Selatan, Minggu (29/3/2020). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo menegaskan pemerintah belum mengeluarkan izin Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk daerah manapun.

Doni menyebut hingga saat ini belum ada daerah yang melengkapi persyaratan pengajuan PSBB.

Jika membaca PP No.21/2020, PSBB memang harus didasarkan pada sejumlah pertimbangan yang mencakup:

    <li>Pertimbangan epidemiologis dan besarnya ancaman;</li>
    
    <li>Pertimbangan efektivitas;</li>
    
    <li>Dukungan sumber daya;</li>
    
    <li>Teknis operasional, dan;</li>
    
    <li>Pertimbangan politik, ekonomi, sosial, pertahanan, dan keamanan.</li></ul>
    

    Apabila syarat-syarat tadi terpenuhi, Kementerian Kesehatan bisa memberi izin pemberlakuan PSBB untuk suatu daerah.

    Setelah izin itu keluar, barulah pemerintah daerah yang bersangkutan bisa menerapkan tindakan PSBB di wilayahnya yang meliputi:

      <li>Peliburan sekolah dan tempat kerja;</li>
      
      <li>Pembatasan kegiatan keagamaan, dan;</li>
      
      <li><i>Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.</i></li></ul>
      


      Belum Ada Penetapan Daerah PSBB, Polisi Sudah Ribuan Kali Bubarkan Massa

      Meski belum ada daerah yang mendapat izin PSBB, nyatanya kepolisian sudah ribuan kali membubarkan kegiatan massa di tempat atau fasilitas umum.

      Hal itu diungkapkan juru bicara Mabes Polri Argo Yuwono dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Senin (6/4/2020).

      "Untuk pembubaran massa atau kerumunan masyarakat itu ada 10.873 kali kita membubarkan. Untuk penegakan hukum tadi 18 orang di(proses) Polda Metro Jaya," kata Argo.

      "Kemudian beberapa kegiatan di Jawa Timur. Di Jawa Timur itu ada kegiatan pembubaran untuk beberapa lokasi, tetapi masih ngeyel, kita bawa ke kantor polisi. Jadi jajaran seluruhnya di Jawa Timur, dari Polres maupun Polda, ada sekitar 3.000 masyakarat yang disuruh membuat pernyataan agar tidak mengulangi lagi dengan adanya virus pandemi ini," lanjut dia.


      YLBHI: Polisi Tidak Baca Aturan PSBB?

      Kendati mendukung praktik physical distancing, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mempertanyakan dasar hukum pembatasan kegiatan massa yang dilakukan Polri.

      "Polisi menangkap 18 orang yang masih berada di jalan karena sekarang sudah ada pemberlakuan PSBB. Dari mana polisi bilang ada pemberlakuan PSBB? Yang ada baru PP dan Permenkes tentang cara menetapkan PSBB. Jadi belum ada itu (PSBB)," tegas Ketua YLBHI Asfinawati, Senin (6/4/2020).

      "Ini ketahuan Polri tidak membaca. Mereka sebetulnya tahu, karena polisi punya pemahaman hukum. Tapi mereka diperintahkan oleh atasannya yaitu Presiden, kepala pemerintahan, untuk memberlakukan ini," lanjutnya.

      YLBHI khawatir pemerintah saat ini sekadar mendorong pembubaran massa, tapi tak menetapkan status PSBB supaya mereka terhindar dari kewajiban memenuhi kebutuhan warga seperti diatur dalam UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

      "Jadi kalau kita lihat, pemerintah menolak terus karantina wilayah ya, tapi mengeluarkan larangan mudik," kata Asfinawati.

      "Kemudian, ketika dikatakan 'larangan mudik itu kan karantina wilayah', dicopot lagi, diralat. Dikatakan tidak akan ada halangan (mudik) secara formal, tapi akan ada kampanye besar-besaran untuk menolak, mengurangi orang yang mudik. Ini apa sih?"

      "Ini saya lihat, ini cuma pemerintahan yang lebih memikirkan keuangan, ekonomi, daripada keselamatan warga," pungkasnya.

      Editor: Rony Sitanggang

  • COVID-19
  • psbb
  • Karantina Wilayah
  • lockdown

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!