BERITA

WALHI: 60 Persen Kawasan Hutan Bengkulu Rusak

WALHI: 60 Persen Kawasan Hutan Bengkulu Rusak

Bencana banjir dan longsor baru saja melanda sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu. Menurut laporan BPBD Bengkulu, bencana ini telah menyebabkan 29 orang meninggal dan 13 orang hilang (29/4/2019).

Ada juga sekitar 13.000 orang yang terdampak, ratusan ternak mati, 184 rumah rusak, 4 fasilitas pendidikan rusak, 40 titik infrastruktur rusak, serta 9 lokasi sarana prasarana perikanan dan kelautan rusak. Menurut lansiran resmi BNPB, data kerusakan ini masih mungkin bertambah besar.

BPBD Provinsi Bengkulu telah mendirikan 12 posko pengungsian. Upaya penyelamatan dan pencarian korban juga masih terus dilakukan oleh aparat gabungan dari Pemda, Polda, TNI, Polri, Lanal, BASARNAS, Tagana, ACT, PKPU, MDMC, mahasiswa, perkumpulan Organisasi Tionghoa Bengkulu, serta komunitas lainnya.

Sampai sekarang sekitar 12.000 pengungsi masih membutuhkan bantuan mendesak berupa tenda pengungsian, perahu karet, selimut, makanan siap saji, air bersih, peralatan bayi, lampu darurat dan pembangunan jalan darurat. 


Kawasan Hulu Sungai Sudah Rusak

Menurut aktivis lingkungan setempat, bencana banjir dan longsor di Bengkulu terkait dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan aktivitas tambang dan perkebunan sawit.

“Banjir yang melanda hampir seluruh wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu tidak bisa hanya ditimpakan pada hujan yang mengguyur daerah ini pada 26 April 2019 sejak siang hingga malam hari, tapi ada akar masalah yang harus diungkap yaitu tambang batu bara di hulu Sungai Bengkulu,” ujar Ali Akbar, Direktur Yayasan Kanopi Bengkulu, sebagaimana dilansir ANTARA (28/4/2019).

Menurut Ali, kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Bengkulu di wilayah Bengkulu Tengah sudah habis dikapling untuk pertambangan batu bara dan perkebunan sawit.

Ali menilai kegiatan industri ekstraktif tersebut sudah merusak fungsi ekologis di kawasan hulu. Alhasil, saat curah hujan tinggi, Sungai Bengkulu dan anak sungainya meluap hingga membanjiri pemukiman warga di sekitarnya.


60 – 70 Persen Kawasan Hutan Sudah Rusak

Tak lama setelah bencana banjir dan longsor ini terjadi, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) merilis documentary report yang berjudul Rimba Terakhir (27/4/2019).

Laporan yang dibuat dalam bentuk video itu menyampaikan bahwa kondisi kawasan hutan di Bengkulu sudah sangat mengkhawatirkan sejak sebelum terjadi bencana.

“Kalau kita lihat dari tutupan lahan sekarang, hampir 60 sampai 70 persen kawasan hutan sudah rusak,” jelas Beni Ardiansya, Direktur WALHI Bengkulu, dalam laporannya.

Sejalan dengan pendapat Ali Akbar dari Yayasan Kanopi, Beni juga menilai bahwa kerusakan tersebut diakibatkan oleh aktivitas para pengusaha kawasan hutan.

“Kondisinya sangat mengkhawatirkan karena situasi yang terjadi saat ini (akibat) kurangnya ketegasan (hukum) dalam konteks (pengaturan) para pengusaha kawasan hutan,” jelas Beni.

Masalah tersebut juga dikonfirmasi oleh Sutan Mukhlis, Kepala Desa Rindu Hati, Bengkulu Tengah.

Dalam laporan dokumenter WALHI, Sutan menegaskan, “Kita berharap tidak ada semacam pengembangan wilayah-wilayah lagi lah. Sudah cukup lah. Kalau ada pematang, pematang digusur semuanya. Kalau ada hutan, hutan digundul semuanya,” keluhnya.

Editor: Agus Luqman

  • Bengkulu
  • banjir
  • longsor
  • bencana
  • batubara
  • sawit
  • deforestasi
  • tambang

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!