BERITA

Menagih Janji 'Poros Maritim' Jokowi Di Hari Nelayan

"Dulu saat menyuarakan jargon 'Poros Maritim', Jokowi berjanji menempatkan nelayan sebagai aktor utama. Namun, di usia 2,5 tahun pemerintahan Jokowi, kebijakan pemerintah lebih banyak merugikan nelayan"

Menagih Janji 'Poros Maritim' Jokowi Di Hari Nelayan
Puluhan nelayan dan aktivis berdemonstrasi di depan kantor Kementerian Kelautan Perikanan di Jakarta, ketika memperingati Hari Nelayan, Kamis (6/4/2017). (Foto: Dian Kurniati/KBR)


KBR, Jakarta - Sekitar 50 orang berunjuk rasa di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Istana Merdeka Jakarta, Kamis (6/4/2017). Mereka menagih janji Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal pembentukan Poros Maritim.

Deputi Pengelolaan Pengetahuan dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Farid Ridwanuddin mengatakan dahulu saat menyuarakan jargon 'Poros Maritim', Jokowi selalu berjanji akan menempatkan para nelayan sebagai aktor utama.


Namun, dalam usia 2,5 tahun pemerintahan Jokowi, kata Farid, kebijakan pemerintahan Jokowi justru lebih banyak merugikan nelayan.


"Anda dulu pernah berkampanye akan menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dan menempatkan nelayan sebagai aktor utama. Tetapi dalam perjalannya, itu belum Anda wujudkan," kata Farid di depan Kantor KKP, Jakarta, Kamis (6/4/2017).


Aksi itu juga digelar bertepatan dengan Hari Nelayan Nasional.

 

Farid mengatakan jika pemerintahan Jokowi berniat menjadikan nelayan sebagai aktor utama dalam pelakanaan program 'Poros Maritim', semestinya pemerintah berani meninjau ulang proyek-proyek yang mengganggu kelangsungan hidup nelayan.


"Misalnya reklamasi, pertambangan pesisir, privatisasi pulau untuk kepentingan pariwisata, dan konservasi laut. Itu harus ditinjau ulang kalau memang mau menjadikan nelayan sebagai aktor utama," kata Farid.


Farid menjelaskan banyak masalah yang dialami masyarakat pesisir, dalam memperoleh akses ruang tata kelola laut. Menurut Farid, selama ini masyarakat pesisir dan nelayan banyak yang tergusur di wilayah sendiri karena berbagai proyek seperti reklamasi, pariwisata dan lain-lain. LSM Kiara, kata Farid, mencatat saat ini setidaknya ada 43 proyek reklamasi di wilayah pesisir Indonesia.


Baca juga:


Hal lain yang juga mengganggu nelayan dan merusak ekologi adalah aktivitas pertambangan, seperti yang terjadi di tambang nikel di Halmahera serta Pulau Romang untuk mengeruk emas.


Belum lagi privatisasi pantai dan pulau untuk keperluan pariwisata, yang juga mengancam nelayan. Farid mengatakan privatisasi pantai dan pulau itu menghilangkan ruang nelayan untuk melaut. Dengan adanya privatisasi pulau, kata Farid, berarti ada larangan masuk bagi nelayan ke perairan pulau tertentu dengan dalih mengganggu pariwisata.


Salah satu warga Muara Angke Jakarta yang turut berunjuk rasa adalah Lasma. Lasma merupakan istri dari seorang nelayan yang kini akhirnya kehilangan mata pencaharian karena reklamasi.


"Saya minta bagaimana caranya pemerintah berbuat sesuatu, agar orang Muara Angke tetap bisa memperoleh penghasilan dari teluk Jakarta. Sekarang nelayan Muara Angke sudah tidak dapat ikan. Sudah tidak ada ikan lagi, gara-gara reklamasi. Sekarang yang direklamasi itu juga tidak bisa dimasuki nelayan, jadi tempat terlarang bagi nelayan. Padahal dulu itu segala macam kerang dari situ bisa ditangkap dan dijual. Sekarang di Muara Angke, yang ada pengangguran semua," kata Lasma.


Masalah penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang juga disinggung Farid dari LSM Kiara, dalam aksi di depan Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Istana Negara, hari ini. Farid mengatakan para nelayan membutuhkan sikap yang tegas dari pemerintah mengenai cantrang, apakah melarang atau memperpanjang izin penggunaan.


Jargon Poros Maritim pertama kali muncul dalam kampanye Jokowi pada Pemilu Presiden 2014. Saat itu, Jokowi ingin menempatkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Menurut Jokowi saat itu, sektor maritim bisa berkontribusi besar pengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • Poros Maritim
  • poros maritim dunia
  • Jokowi
  • Presiden Jokowi
  • Hari Nelayan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!