BERITA

Alasan KPK Protes Usulan Hak Angket E-KTP

""Akan lebih baik bagi semua pihak jika melihat ini sebagai proses hukum dan tidak ditarik ke ranah politik,""

Rio Tuasikal, Yudi Rachman, Ria Apriyani

Alasan KPK Protes Usulan Hak  Angket E-KTP
Suasana Sidang Paripurna ke-22 DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/4). (Foto: Antara)


KBR, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik niat DPR menggunakan hak angket atas kasus e-KTP untuk membahas kewenangan KPK di kasus lain. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan hal itu akan melemahkan kerja-kerja KPK. Terlebih lagi saat ini KPK sedang mengusut setidaknya 5 kasus besar.

"Kalau KPK kemudian dipersoalkan tentang hal-hal yang terjadi sejak lama, apakah itu tepat dan apakah justru tidak berisiko dilihat berbeda oleh publik?" Ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada KBR, Kamis (27/4/2017) malam.



Febri melanjutkan, "misalnya sempat muncul informasinya terkait Sprindik Anas Urbaningrum. Itu sudah beberapa tahun lalu. Kemudian diungkap sekarang."


Febri menjelaskan, KPK tengah menangani e-KTP, kasus terkait e-KTP, BLBI, sejumlah kasus besar di BUMN, dan indikasi suap terhadap hakim MA. Kata dia, akan jadi pertanyaan jika pembahasan kewenangan itu dilakukan saat ini.


Dia menegaskan,  akan tetap menolak membuka BAP Miryam Haryani dalam hak angket itu. Sebab, proses penyidikan dan persidangan kasus e-KTP saat ini tengah berjalan. Pembukaan dokumen itu akan mengancam penuntasan kasus.


"Akan lebih baik bagi semua pihak jika melihat ini sebagai proses hukum dan tidak ditarik ke ranah politik," tegasnya.


Saat ini KPK akan fokus menyelesaikan kasus yang ditangani seraya melihat perkembangan di Parlemen. Febri mengatakan akan memperhatikan sejauh apa kasus ini dibawa ke ranah politik.


Menurut  Pakar Hukum Pidana Pencucian Uang Universitas Trisaksi Yenti Ganarsih, langkah DPR   mengajukan hak angket terhadap KPK dalam kasus korupsi E-KTP dinilai sebagai bentuk intervensi. Menurut dia, dengan membuka berita acara pemeriksaan dan nama-nama yang diduga terkait kasus korupsi E-KTP akan menghambat kinerja KPK untuk menuntaskan kasus.


"Nah kalau DPR melakukan ini pasti ada asumsi bahwa DPR intervensi untuk melindungi koleganya. Ini tidak benar, seharusnya tidak begitu. Karena hak angket itu menyelidiki bagaimana pemerintah atau eksekutif menjalankan putusan atau pelaksaan suatu perundang-undangan," jelas Pakar Hukum Pidana Pencucian Uang Universitas Trisaksi Yenti Ganarsih kepada KBR, Kamis (27/4/2017).


Lebih lanjut Yenti menambahkan, keinginan DPR untuk membuka kasus lain selain kasus E-KTP dalam hak angket dinilai berlebihan. Kata dia, hal itu hanya akan memperburuk citra DPR dalam mendukung pemberantasan korupsi.


" Tidak bisa lah, kalau mau dengar kasus lain, dibukanya di pengadilan, datang saja ke pengadilan. Kalau ada pihak tidak setuju, hukum memberikan fasilitas, ada praperadilan dan juga pembelaan. Tidak boleh, kalau pemangkasan kewenangan KPK. Kewenangan KPK ada di Undang-undang. Kalau mereka mau memangkas harus melalui Mahkamah Konstitusi," ujarnya.


Sebelumnya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, pelaksanaan hak angket   bisa melebar ke pelaksanaan kewenangan KPK di bidang lain yang selama ini dipertanyakan DPR.


"Usulannya, banyak sekali pertanyaannya yang sudah cukup lama. Itu saja nanti diklarifikasi. Misal KPK suka buat interpretasi terhadap undang-undang. KPK kadang-kadnag menyalahkan keputusan MK, MA. Itu kan mesti ditanyakan ke ahlinya," ungkap Fahri di DPR, Kamis (27/4).


Semula, usulan hak angket ini dipicu dari rapat antara Komisi III yang membidangi hukum dan KPK, Senin (17/4) dan Selasa (18/4). Pada rapat itu, Komisi III meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S. Haryani. Ini terkait pencabutan BAP yang dilakukan politisi Hanura itu. Pencabutan itu disebut dilatarbelakangi oleh tekanan dari enam anggota Komisi III. KPK menolak membuka rekaman dengan alasan rekaman itu merupakan alat bukti hukum.


Editor: Rony Sitanggang

  • hak angket e-ktp
  • Juru Bicara KPK Febri Diansyah
  • Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!