KBR, Jakarta - Keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu menuntut Pemerintah mengumumkan hasil gelar perkara yang dilakukan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM. Gelar perkara di Bogor, Jawa Barat pada Maret 2016 itu membedah tujuh kasus pelanggaran HAM berat.
Salah satu keluarga korban pelanggaran HAM 1998, Sumarsih menuntut ini lantaran perjalanan yudisial kasus tersebut lamban. "Kalau sudah ada gelar perkara diumumkan dong ke publik. Terutama pada kami keluarga korban. Kalau menurut saya ketika Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan tak lengkap, mumpung pada hidup," kata Sumarsih pada KBR, Rabu (27/4/2016).
Ia juga menilai, selama ini gelagat Kejaksaan Agung seperti enggan meneruskan ke tingkat penyidikan. Namun begitu, ia berharap Kejaksaan Agung mau meneruskan hasil penyelidikan Komnas HAM yang telah rampung sejak 2012 lalu. "Untuk apa gelar perkara tumpukan berkas penyelidikan Komnas HAM, kalau Kejaksaan Agung tidak mau menindaklanjuti berkas itu ke tingkat penyidikan? Selama ini Kejaksaan Agung mencari cara yang tak masuk akal," tambahnya.
Baca: Kumpulan berita mengenai tragedi pasca 65
Ia pun berharap Presiden Jokowi menuntaskan kasus ini melalui jalur yudisial dan nonyudisial. "Kalau menurut kami untuk memutuskan kasus secara yudisial seperti yang diinginkan Jokowi dan nonyudisial, kuncinya ada di Jaksa Agung."
Sejak
2012 silam, Komnas HAM telah menyelesaikan tujuh berkas penyelidikan
kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Tujuh kasus itu di antaranya kejahatan HAM pasca 1965, penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985, penghilangan
aktivis pada tahun 1997-1998, Trisakti pada 1998, Talangsari pada
1989 dan kasus pelanggaran HAM di Timor Timur. Dari semua berkas itu,
belum satupun yang naik ke tingkat penyidikan. Kejaksaan Agung kerap
berdalih, bukti yang dipunyai Komnas HAM kurang kuat.
Editor: Damar Fery Ardiyan