BERITA

Pelanggaran HAM Berat, Kontras Desak Presiden Terbitkan Perpres

Aksi Kamisan ke-437 Tuntaskan Pelanggaran HAM
Aksi Kamisan ke-437 Tuntaskan Pelanggaran HAM (Foto: Antara)

KBR, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, pelanggaran HAM berat masa lalu tak bisa diselesaikan hanya melalui simposium. Usul simposium ini awalnya mencuat, menyusul rencana pemerintah untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM berat melalui jalur non-hukum atau rekonsiliasi.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas, Feri Kusuma mengatakan, melalui simposium, ia mengendus indikasi untuk memuluskan mekanisme rekonsiliasi sebagai satu-satunya pilihan penyelesaian pelanggaran HAM. Padahal, rekonsiliasi tanpa proses hukum takkan mampu menjawab persoalan.

"Kontras mengetahui bahwa di Bulan Januari 2016 Menkopolkam telah memfasilitasi pertemuan antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Diketahui bahwa pada pertemuan, Jaksa Agung tidak bersedia melakukan penyidikan 7 kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Ada dalih yang digunakan Jaksa Agung terhadap semua bukti, termasuk di dalamnya hasil forensik, visum, kesaksian korban dengan menyatakan bahwa bukti-bukti tersebut tidak dikategorikan sebagai bukti resmi dari hasil penyelidikan Komnas HAM," papar Feri di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis (7/4/2016).

Kondisi ini menurut Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Kampanye Kontas, Puri Kencana Putri diperparah dengan tiga anggota Komnas HAM, yakni Nur Kholis, Roichatul Aswida dan Siti Noor Laila yang seolah mendukung mekanisme penyelesaian non-hukum. Meski memang, kata dia, hal itu bukan merupakan sikap resmi lembaga.

"Indikasi jelas dari tahun lalu, jika diperhatikan aksi kontras melawan impunitas. Tiga nama ini yang sangat agresif kemudian muncul di publik untuk mendukung agenda di bawah Polkam. Bahkan kemudian agenda ini mereka sepakat melibatkan aparat atau institusi TNI, Polri BIN untuk duduk bersama membahas bagaimana menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu menurut versi mereka," kata Puri. Atas dasar itu, Kontras meminta ketiga anggota Komnas HAM tersebut dievaluasi, bahkan jika perlu dicabut mandatnya.

Selain itu, Kontras juga mendesak Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang pembentukan Tim Komite Kepresidenan, untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat. Ia berharap tim yang nantinya langsung bertanggung jawab kepada presiden itu mampu mewujudkan keadilan bagi para korban. LSM HAM ini juga mengingatkan para akademisi yang dilibatkan dalam simposium, untuk tidak menjadi alat pembenaran atas usulan rekonsiliasi.

"Korban masyarakat tetap akan menggugat negara tetap akan menuntut pemerintah menyelesaikan lewat mekanisme hukum. Sampai kapanpun, mungkin sampai ke presiden selanjutnya dan selanjutnya, sebelum negara ini sungguh-sungguh menyelesaikan masalah ini seperti yang diharapkan. Kita tidak lagi berdebat di ranah mekanisme hukum, UU dan sebagainya. Sudah jelas kita punya UU no 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Jelas mekanismenya di situ," ungkap Feri.

Lebih lanjut, Kontras juga meminta Presiden Jokowi segera mengganti Jaksa Agung Prasetyo yang dianggap tak memiliki pemahaman hukum. 

Editor: Nurika Manan


  • KONTRAS
  • Kepres
  • impunitas
  • Feri Kusuma

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!