BERITA

Menteri Yasonna: Pemerintah Condong Penyelesaian Kasus 65 Tanpa Jalur Hukum

""Kita lebih condong tidak pro yustisia," Kata Yasonna Laoly."

Randyka Wijaya

Menteri Yasonna: Pemerintah Condong Penyelesaian Kasus 65 Tanpa Jalur Hukum
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Pemerintah bersikukuh penyelesaian kasus pembunuhan massal 1965-1966 tidak melalui jalur hukum atau non yustisia.

Meski begitu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly mengatakan penyelesaian kasus secara non yustisia itu masih dalam proses.


"Iya itu masih dalam proses. Penyelesaiannya kita lihat kalau ada yang pro yustisia, tapi kita lebih condong tidak pro yustisia," Kata Yasonna Laoly di Gedung Direktorat Jenderal Imigrasi Jakarta, Kamis (14/4/2016).


Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Politik dan Keamanan didukung Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) akan menginisiasi simposium "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan" pada 18-19 April mendatang. Simposium akan digelar di Hotel Aryaduta Jakarta, dengan menghadirkan berbagai pihak, termasuk korban dan pelaku.


Yasonna mengatakan, simposium itu digunakan untuk menguji konsep penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat 65 dari pemerintah.


"Simposium nanti kita lihat untuk mencari solusi-solusi. Ya kita ajak orang-orang. Kita bicarakan di rapat. Kita sudah bicara, jadi jangan hanya datang dari kita. Kita uji konsepnya dengan simposium tadi," kata Yasonna.  


Hasil simposium tersebut nanti akan disampaikan ke Presiden Joko Widodo.


Tidak ada data yang pasti berapa jumlah korban tewas dalam peristiwa itu. Komisi Nasional Hak Asas Manusia (Komnas HAM) menyebutkan korban tewas sekitar 500 ribu hingga tiga juta orang.


Editor: Agus Luqman

 

  • Peristiwa 1965
  • PKI
  • Korban 65
  • Pelanggaran HAM
  • Yasonna Laoly
  • rekonsiliasi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!