HEADLINE
Kontras: Pembubaran Pertemuan 65, Bukti Pemerintah Tak Serius
""Artinya negara ini memang tidak serius kalau mau kita lihat dengan situasi-situasi pembubaran-pembubaran kemarin""
Randyka Wijaya
KBR, Jakarta- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pembubaran diskusi korban 1965 di Cipanas menunjukkan negara tidak serius menyelesaikan masalah peristiwa 65. Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Feri Kusuma mengatakan hal tersebut bertentangan dengan upaya pemerintah dalam menyelesaikan masalah itu melalui simposium yang digelar pekan depan.
"Baru saja ini mau dilaksanakan (simposium- red) tanggal 18-19, kemarin sudah terjadi pembubaran terhadap korban 65. Ini fakta yang kontradiktif dengan usaha pemerintah, dengan situasi di lapangan," kata Feri Kusuma di Kantor Kontras Jakarta, Jumat (15/04/2016).
"Artinya negara ini memang tidak
serius kalau mau kita lihat dengan situasi-situasi pembubaran-pembubaran
kemarin. Terlebih lagi pelaksana simposium ini Menkopolhukam.
Menkopolhukam itu kan membawahi Polri, Tentara dan lembaga-lembaga yang
lain dia bisa berkoordinir," tambahnya.
Kata dia, apabila pelaku pembubaran tidak diproses hukum berarti tidak
ada jaminan kasus pembunuhan massal 1965-66 akan diselesaikan
pemerintah.
"Kalau kejadian kemarin tidak diproses secara hukum, para pelaku
membubarkan itu. Berarti tidak ada jaminan kasus ini akan diselesaikan
benar-benar oleh pemerintah," ungkapnya.
Sebelumnya, Kepolisian membubarkan pertemuan korban 1965-66 di Cipanas,
Jawa Barat. Polisi beralasan massa dari Pemuda Pancasila dan Front
Pembela Islam akan menggeruduk tempat tersebut. Pertemuan itu
dilaksanakan untuk mempersiapkan simposium "Membedah Tragedi 1965,
Pendekatan Kesejarahan" yang diadakan Kementerian Koordinator Bidang
Politik, Hukum dan Keamanan pekan depan.
Editor: Dimas Rizky
- simposium 1965
- diskusi 65
- kontras
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!