BERITA

Kembali Makan Korban, Pemerintah Didesak Evaluasi Densus88

"Berdasarkan data Komnas HAM, Siyono adalah korban ke-121"

Ria Apriyani

Kembali Makan Korban, Pemerintah Didesak Evaluasi Densus88
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak (kiri) menabur bunga di makam terduga teroris Siyono yang meninggal setelah ditangkap oleh Densus 88, Rabu (30/3). Foto; Antara

KBR, Jakarta- Sejumlah elemen masyarakat meminta Densus88 dievaluasi. Ini dicetuskan setelah seorang terduga teroris asal Klaten Siyono tewas usai dijemput paksa oleh Densus88. Aktivis Indonesian Corruption Watch Donal Fariz mengatakan, sumber keuangan dan pemakaian anggaran Densus harus diaudit.

"Ada orang, terduga teroris meninggal. Isterinya dikasih dua gepok uang. Di Payakumbuh, korban salah tembak oleh Polisi lumpuh sampai sekarang. Ganti rugi gak dibayar. Ini langsung dikasih tanpa diminta,"kata Donal, Jumat (01/04/2016).

ICW bersama Kontras, Komnas HAM, YLBHI, Pushami, dan PSHK juga mendesak DPR membentuk Pansus dan memanggil Kapolri untuk dimintai pertanggungjawaban. Selain soal anggaran, mereka juga menyoroti soal prosedur hukum Densus88 dan tindak kekerasan di dalamnya.

Berdasarkan data Komnas HAM, Siyono adalah korban ke-121. Angka itu baru merujuk pada kasus terorisme. Perwakilan dari PSHK Miko Ginting mengatakan UU telah menjamin penanganan kasus terorisme harus melalui jalur pidana.

"Tidak ada istilah terduga dalam nomenklatur hukum. Adanya tersangka. Itu pun butuh bukti permulaan. Kalau tersangka, ada upaya paksa. Tapi itu pun tidak termasuk kekerasan."

Selain Miko, Aktivis Lingkar Madani Ray Rangkuti juga mengecam tindak ini sebagai upaya memalukan. Kata dia,

"121 meninggal tanpa proses hukum. Terkait terorisme, ini memalukan. Bagaimana kita menjawab ke anak cucu kita kalau mereka tanya berapa harga nyawa di negeri ini." 

  • siyono
  • Autopsi Siyono
  • densus88
  • terorisme

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!