BERITA

Diinterogasi Intel, Korban 65: 'Kami Kecewa Tiap Bikin Pertemuan Selalu Ada Ancaman'

"Korban 65/66 sudah lelah dengan stigma eks tapol yang ditempelkan pada mereka."

Ria Apriyani

Diinterogasi Intel, Korban 65: 'Kami Kecewa Tiap Bikin Pertemuan Selalu Ada Ancaman'
Pertemuan para korban 65 di Cianjur, Jawa Barat, dibubarkan polisi setelah ada protes dari kelompok intoleran, Kamis (14/4). Foto: KBR/Ria Apriyani

KBR, Jakarta- Beberapa korban 65 mengaku diawasi ketat oleh Intel militer sebelum berangkat menghadiri pertemuan di Cipanas, Jawa Barat, Kamis (14/4) kemarin. Pertemuan para korban 65 itu sedianya dilakukan guna menyikapi Simposium Tragedi 1965 yang bakal digelar pemerintah pekan depan. 

Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 65 (YPKP 65) Bedjo Untung mengaku para korban yang berasal dari Pemalang, Pati, dan Cilacap sempat diinterogasi Intel sebelum ke Jakarta. Para korban, kata dia, merasa kecewa atas kejadian itu.

"Pemerintah atau negara khususnya militer jangan lagi melakukan represi atau ancaman terhadap kami. Kami sangat-sangat kecewa karena sampai hari ini para korban 65 setiap kali mengadakan pertemuan itu selalu diancam. Kami mengadakan ini pun ada ancaman-ancaman,"ujar Bedjo kepada KBR, Kamis(14/4/2016).

Ketua YPKP 65 Pemalang Agus Wijoyo mengatakan sempat ditemui Intel Kodim beberapa hari sebelum ke Jakarta. "Saya kaget ketika Intel itu tahu ada kegiatan 14,15,16. Klarifikasi ke saya. Padahal saya belum tahu tempatnya di Bogor. Beliau malah tahu lebih dulu dari saya,"kata Agus.

Agus mengaku ditanyai seputar seluk-beluk kegiatan. Mulai dari apa tujuannya, apa yang akan dilakukan, hingga siapa saja yang akan datang. Dia sendiri mengatakan selama ini hubungan dengan militer di Pemalang baik-baik saja. Namun berdasarkan cerita pihak Kodim kepada Agus, pemeriksaan itu diinstruksikan oleh markas pusat.

"Mereka mengeluh ke saya. Katanya diinstruksikan sama pusat. Katanya kalau mau ngelakuin, dalam hati juga ga enak. Kalau enggak, itu perintah."

Hari ini, selama tiga hari korban 65 akan bertemu di Bogor menyikapi simposium nasional bertajuk “Membedah Tragedi 1965” yang akan digelar Senin depan. Pelaksanaan simposium ini disokong Kemenkopolhukam. Rencananya, korban dan pelaku pelanggaran hak asasi manusia

(HAM) berat akan dipertemukan.

Para korban 65 ini akan hadir demi menyuarakan apa yang terjadi pada mereka. Mereka juga ingin Pemerintah segera menyelesaikan permasalahan tragedi 1965. Salah satu korban asal Pare-Pare bernama Abdul Samid S. Amar mengaku sudah lelah dengan stigma eks tapol yang ditempelkan padanya.

"Saya ini sudah tua. Mau nama saya dibersihkan. Bukan sebagai bekas tahanan. Saya dulu enggak tahu kenapa nama saya bisa ada di daftar terus ditangkap."

Abdul bersama 40 laki-lali lain ditangkap saat itu tanpa penjelasan. Mereka kemudian dipaksa bekerja sebagai pembantu di rumah seorang Sersan tanpa gaji. Jika menolak, menurut Abdul mereka akan dipukul. Abdul baru bebas setelah diberi surat pembebasan di tahun 1977.

Senin nanti, ia bersama korban lainnya berencana menyuarakan tragedi yang mereka alami di hadapan Pemerintah. Mereka tegas meminta rehabilitasi umum dan proses peradilan terhadap pelaku pelanggaran HAM. Apalagi belakangan Kemenkopolhukam gencar mengangkat wacana penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui jalur kekeluargaan. 

Editor: Malika

  • Korban 65
  • YPKP 1965
  • bedjo untung

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!