KBR, Jakarta- Dewan Pimpinan Pusat Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) mengklarifikasi terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan untuk KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan memulai tahapan pemilu dari awal lebih kurang dua tahun empat bulan. Wakil Ketua Umum Bidang Hukum Prima, Mangapul Silalahi mengatakan partainya tidak ingin menunda pemilu 2024 seperti yang ramai di media massa. Namun lebih kepada penghentian proses tahapan pemilu sesuai dengan putusan hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Ini bukan masuk sengketa pemilu, ini masuk kepada perbuatan melawan hukum. Apa perbuatan melawan hukum? Ada putusan lembaga negara, Bawaslu, tidak dilakukan oleh lembaga negara itu perbuatan melawan hukum negara namanya. Terus apa yang keliru dari Prima? Enggak ada urusannya sama penundaan pemilu, perpanjangan pemilu, enggak ada urusannya soal itu,” kata Mangapul Silalahi saat Konferensi Pers Prima di Jakarta Pusat, Jumat (3/3/2023).
Dia pun menegaskan agar pihak lain jangan terlalu banyak beropini terkait perkara Prima dengan KPU selaku tergugat. Mangapul mempersilakan bila tak menerima putusan tersebut untuk ditempuh melalui jalur hukum.
Dia menegaskan keinginan partai hanya agar bisa ikut Pemilu 2024.
“Hari ini seantero republik geger. Banyak opini ada professor hukum, segala macam, saya mau katakan ini belum putusan yang berkekuatan hukum tetap. Jangan beropini, KPU itu punya tim hukum silakan ajukan di memori banding. Artinya bahwa hak hukum diberikan juga oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap KPU,” kata Mangapul Silalahi.
Baca juga:
- Sidang Perdana, Anggota KPU Bantah Intimidasi
- KSP: Pemerintah Hormati Putusan PN Jakpus soal Perintah Penundaan Pemilu 2024
Dalam sidang putusan Rabu (01/03/23), Majelis Hakim PN Jakpus menyatakan menerima gugatan Prima untuk seluruhnya. Majelis hakim memerintahkan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan.
Selain tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu, KPU juga diminta membayar ganti rugi 500 juta rupiah kepada Prima.
Prima menggugat KPU karena dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai parpol peserta pemilu.
Putusan ini ditetapkan oleh hakim ketua T Oyong serta dua hakim anggota Bakri dan Dominggus Silaban.
Editor: Rony Sitanggang