NASIONAL

Kasus Haris-Fatia, Bentuk Penyempitan Ruang Demokrasi di ASEAN

"Kasus Fatia dan Haris Azhar ini menjadi alarm ya bagi kita semua di kawasan ASEAN terutama di Indonesia bahwa saat ini terjadi penyempitan kebebasan sipil ."

Ardhi Ridwansyah

Haris-Fatia
Wakil Ketua LSM Kalyanamitra, Rena Herdiyani saat berbicara pada acara "ASEAN People Forum 2023", Jumat (10/3/2023) . (Foto: Youtube KontraS)

KBR, Jakarta – Kasus dugaan pencemaran nama baik yang menjerat dua aktivis, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menjadi salah satu tanda terjadinya penyempitan ruang demokrasi di seluruh negara di kawasan Asia Tenggara atau yang tergabung dalam ASEAN. Demikian disampaikan Wakil Ketua LSM Kalyanamitra, Rena Herdiyani saat berbicara pada acara "ASEAN People Forum 2023" yang disiarkan di kanal Youtube KontraS, Jumat (10/3/2023).

“Jadi sebenarnya kasus Fatia dan Haris Azhar ini menjadi alarm ya bagi kita semua di kawasan ASEAN terutama di Indonesia bahwa saat ini terjadi penyempitan kebebasan sipil kemudian juga mengancam kelangsungan demokrasi di Indonesia, mengancam perlindungan dan penegakan Hak Asami Manusia,” ucap Rena.

Menurutnya, kriminalisasi terhadap pembela HAM memang menjadi tanda adanya ruang penyempitan demokrasi di kawasan Asia Tenggara saat ini sebut saja seperti yang terjadi di Kamboja, Thailand dan Myanmar.

Kata Rena, tanda pembungkaman terhadap pembela HAM ini bisa berwujud dibentuknya aturan yang merepresi kebebasan berpendapat atau berekspresi serta penggunaan aparat negara. Hal semacam ini menurut Reni sedang menguat di negara kawasan Asia Tenggara.

“Komunitas yang rentan dikriminalisasi seperti kelompok petani, kelompok buruh kemudian juga kelompok teman-teman LGBT gitu yang mereka berjuang untuk hak asasi manusia itu rentan dikriminalisasi bahkan dibuat kebijakan untuk merepresi kita semua,” ucapnya lagi.

Baca juga:

- Tak Penuhi Kualifikasi Pidana, Hentikan Kasus Haris-Fatia

- Kasus Pencemaran Nama Luhut, Jaksa Tak Tahan Haris-Fatia

Sebelumnya, perseteruan Direktur Lokataru Haris Azhar serta Koordinator Kontras, Fathia Maulidiyanti dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan bermula saat Haris Azhar yang mengunggah videonya bersama Fatia dengan judul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi -Ops Militer Intan Jaya Jendaral BIN Juga Ada ” dalam YouTube pribadinya, 20 Agustus 2021.

Dalam video itu disebutkan ada permainan penguasaan tambang yang sebelumnya diungkap dalam laporan bertajuk “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”.

Luhut yang tidak terima melaporkan kedua aktivis itu ke Polda Metro Jaya pada 22 September 2021. Pada Maret 2022, polisi menetapkan Haris-Fathia sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik.

Haris-Fathia dijerat dengan empat pasal yakni Pasal 27 ayat 3 junto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 14 ayat 2, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan terakhir Pasal 310 KUHP. Terhadap empat pasal tersebut dijuntokan Pasal 55 ayat 1 ke-1 karena penyertaan lebih dari satu tersangka.

Editor: Fadli

  • Haris-Fatia
  • Luhut Binsar Panjaitan
  • ASEAN
  • demokrasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!