NASIONAL

Cinderella Complex Tak Seindah Namanya

"Cinderella Complex dibahas dalam podcast Diskusi Psikologi (Disko) "

Diskusi Psikologi (Disko)

KBR, Jakarta- Siapa yang pernah atau masih memimpikan hidup bak Cinderella. Meskipun mengalami kesulitan dalam hidupnya, tokoh dongeng ini berhasil bertemu pangerannya dan hidup bahagia. Dongeng ini cukup banyak dikenal dan mendunia. Tapi, hati-hati, lho, jika memiliki keinginan yang kuat atas sosok penyelamat untuk mengurus dirinya karena terlampau manja hingga disebut sebagai Cinderella Complex.

Cinderella Complex (CC) pertama kali dicetuskan oleh Colette Dowling, seorang terapis asal New York sekaligus penulis buku "The Cinderella Complex: Women's Hidden Fear of Independence" tahun 1981. Ia menjelaskan Cinderella Complex sebagai sebuah keinginan di bawah ketidaksadaran untuk diurus oleh orang lain.

Baca juga:

Keluar dari Toxic Friendship

Survey BKN Sebut 95,7 Persen ASN Inginkan Kerja Hybrid

- Anuptaphobia Bikin Takut Melajang

Apakah Cinderella Complex Hanya Terjadi pada Perempuan?

Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta mengatakan persoalan Cinderella complex tidak hanya terjadi pada perempuan. Namun umumnya, persoalan ini banyak menimpa perempuan.

"Ini juga bisa pada laki-laki sebenarnya. Tetapi memang kaitannya dengan lingkungan, karena sangat terkait dengan budaya begitu. Jadi dari kecil gitu ya, budaya patriarki ini kemudian mendidik anak itu, bahwa laki-laki nggak boleh nangis, nggak boleh cengeng, laki-laki itu mandiri dan sebagainya. Perempuan itu lebih, ketika dia mau sesuatu disediakan, ketika dia jatuh dia disayang, dan sebagainya. Ini juga ada faktor-faktor budaya begitu. Jadi yang memang menimbulkan, kenapa sih kok disebutnya Cinderella gitu ya," ungkapnya.

Menurut Aully, Cinderella complex mampu membuat seseorang meragukan diri dan kemampuannya untuk melakukan sesuatu. Hingga hal ini membuatnya bergantung pada seseorang.

"Problem-nya ada di dependen begitu ya. Ketidakmampuan untuk berdiri sendiri begitu. Tapi ini maksud saya, ini bukan ketidakmampuan secara fisik ya, maksudnya bukan kemampuan secara materil. Tetapi secara psikologis gitu. Saya merasa tidak mampu, saya harus ditolong. Padahal sebenarnya, saya tidak perlu pertolongan gitu. Jadi itu ada di psikis masing-masing orang begitu," ujar Aully.

Untuk mengetahui lebih lanjut soal Cinderella complex, mari dengarkan podcast Diskusi Psikologi (Disko) di link berikut ini:

  • Cinderella Complex
  • Cinderella
  • Merasa tak mampu
  • Bergantung pada orang lain
  • Butuh pangeran berkuda putih

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!