NASIONAL

Aturan Harga Harga Gabah Tak Kunjung Dicabut, Ombudsman RI akan Panggil Bapanas

"Ombudsman RI mendesak Badan Pangan Nasional mencabut Surat Edaran (SE) tentang penetapan batas atas harga gabah petani. Ombudsman menduga ada potensi maladministrasi."

harga gabah

KBR, Jakarta - Ombudsman RI mendesak Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk mencabut Surat Edaran (SE) No.47/TS.03.03/K/02/20230 yang diterbitkan pada 20 Februari 2023. Edaran itu memuat penetapan batas atas harga gabah petani.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan penetapan harga gabah dalam aturan ini tidak lazim dan tidak adil bagi petani.

Ia meminta Bapanas bertugas sesuai tupoksi serta wewenang yang seharusnya. Dalam tata kelola kebijakan pangan, Bapanas melaksanakan kewenangan yang besar, salah satunya dalam hal penetapan HPP, bukan harga batas atas untuk Gabah Kering Panen (GKP).

"Belum lagi ditarik lagi ke filosofinya, apakah tepat untuk melakukan stabilisasi itu adalah dengan model harga dasar, harga atas tadi? Itu kan harus dilihat. Kalau misalnya Bapanas tidak bisa menjelaskan hal seperti ini, maka dugaan maladministrasinya kuat. Oleh karena itu saya mengimbau kepada rekan saya ini, daripada berpolemik seperti ini, segera cabut itu SE. Pikirkan langkah stabilisasi yang komprehensif. Ombudsman sudah memberikan kepada Bapanas bagaimana langkah-langkah stabilisasi yang harusnya dilakukan sesuai dengan regulasi yang ada," ujar Yeka saat dihubungi KBR, Senin (6/3/2023).

Baca juga:


Panggil Bapanas

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan secara informal, Bapanas sebetulnya sudah menjanjikan akan meninjau SE tersebut, namun menurutnya sejak itu belum ada progres yang diharapkan.

Oleh karena itu, dalam waktu dekat ia berencana memanggil Bapanas untuk meminta penjelasannya.

"Kita sedang persiapkan. Kita menunggu dulu, melihat kondisinya. Kalau sampai 1-2 hari ke depan tidak ada (responnya), maka kita akan melakukan panggilan kepada Bapanas," ucapnya.

Yeka menjelaskan ada dugaan maladministrasi yang kuat dalam penetapan harga batas atas untuk Gabah Kering Panen (GKP).

Pertama, karena aturan dinilai tidak lazim. Yeka Hendra mengatakan SE seharusnya diberlakukan sebagai aturan internal, tetapi Bapanas menjadikan produk hukum ini bersifat eksternal.

"Ya internal, internal Bapanas. Sementara penetapan harga batas bawah ataupun batas atas itu, itu kan buat petani. Petani itu eksternal. Mengapa bentuknya SE? Mereka mungkin saja ada penjelasan. Dugaan maladministrasi ini harus dicek lagi," tuturnya.

Kedua, kata Yeka, dasar penetapan harga batas atas dan bawah untuk gabah tersebut diduga tidak menyerap aspirasi berbagai pemangku kepentingan terkait. Sehingga SE ini dirasa menimbulkan ketidakadilan, khususnya bagi petani.

"Apakah sudah mempertimbangkan komponen peningkatan biaya produksi dan modal yang ditanggung petani? Kita tahu bahwa upah meningkat, sewa lahan meningkat, harga pupuk meningkat, pestisida meningkat, tenaga kerja meningkat. Kalau menetapkan tidak berdasarkan itu, lantas muncul tiba-tiba perhitungan seperti itu, maka di sini juga ada dugaan maladministrasinya," jelasnya.

Dan ketiga adalah ketidakjelasan tujuan pengaturan harga gabah. Apakah hanya untuk Bulog atau juga untuk swasta.

"Mengapa yang diaturnya itu misalnya GKP sama GKG. Tapi berasnya untuk Bulog. Sementara beras untuk swasta tidak diatur. Sehingga publik bermunculan kok pengaturan ini bias pada pengusaha ya? Menguntungkan pengusaha. GKP ditentukan agar lebih rendah daripada harga keekonomian, GKG-nya juga sama. Beras medium untuk Bulog ditentukan. Lantas untuk swasta bagaimana? Ini juga persoalan lain dari sisi substansinya," urainya.

Editor: Agus Luqman

  • harga gabah
  • Ombudsman RI
  • Bapanas

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!