NASIONAL

Masyarakat Adat Enam Distrik di Jayapura Desak Cabut Izin Perusahaan Sawit

"Kehadiran investor sawit hanya akan merusak hutan adat saja. Padahal, hutan adat itu merupakan sumber penghidupan masyarakat."

Arjuna Pademme

Desak Cabut Izin Perusahaan Sawit
Forum Peduli Masyarakat Adat saat menggelar Aksi Unjuk Rasa di PTUN Jayapura tahun lalu, terkait perusahaan sawit. (Foto: Nesta Makuba/jeratpapua)

KBR, Jakarta - Pemerintah Kabupaten Jayapura, Papua didesak mencabut izin perusahaan sawit. Ketua Organisasi Perempuan Adat Distrik Namblong, Rosita Tecuari menjelaskan, masyarakat adat dari enam distrik yaitu Unurum Guay, Nimboran, Nimbokrang, Kemtuk, Namblong, dan Distrik Kemtuk Gresi menyatakan khawatir, kehadiran investor sawit hanya akan merusak hutan adat saja. Padahal, hutan adat itu merupakan sumber penghidupan masyarakat.

"Kami kehilangan mata pencaharian. Itu yang pertama, karena itu tempat di mana masyarakat adat pergi berburu dari situ mereka jual baru bisa menghidupi keluarga. Terus ada sebagian sagu yang ditebang, digusur, ada juga kalau nanti tidak dicabut izinnya, berarti hampir sebagian kebun habis. Kami hidup dari kebun, kami hidup dari berburu. Jadi, kalau hutan kami diambil, kebun kami dimusnahkan, terus kami harus kemana. Apakah pemerintah bisa kasih makan kami dari kami ke anak-cucu," kata Ketua Organisasi Perempuan Adat Distrik Namblong, Rosita Tecuari Rabu (9/3/2022) kepada KBR.

Rosita juga mengatakan, Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw sebelumnya sudah memberikan izin kepada swasta untuk membuka perkebunan sawit seluas 32 ribu hektar di wilayah enam distrik. Izin itu sudah ditindaklanjuti dengan membuka lahan sawit seluas 8 ribu hektar. Masyarakat adat dari 6 distrik sudah berusaha menemui bupati untuk mengajukan tuntutan, tapi mereka gagal. Pernyataan tertulis pun disampaikan dan dititipkan kepada Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkab Jayapura, untuk diteruskan ke bupati.

Baca juga:

- Masyarakat Adat Anggai di tengah Konsesi Sawit

- Ekonom: Kebijakan DPO & DMO di Industri Sawit Memukul Mata Pencaharian Petani

Sementara itu, Pemkab Jayapura mengklaim sudah menghentikan sementara pengoperasian Perusahaan Perkebunan sawit PT Permata Nusa Mandiri yang beroperasi di wilayah Distrik Nimboran.

Penghentian itu, menurut Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Jayapura Delila Giyai, berdasarkan surat Nomor 001/PNM/JPR/II/2022 tentang Penghentian sementara Kegiatan Pembukaan Lahan Land Clearing dan operasional di lapangan. Sesuai Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.01/MENLHK/SETJEN/KUM. 1/1/2022 tanggal 5 Januari 2022 tentang Pencabutan Izin Konsensi Kawasan Hutan atas nama PT Permata Nusa Mandiri agar perusahaan menghentikan sementara kegiatan Pembukaan lahan baru atau Land Clearing dan operasional di lapangan sampai dengan adanya surat klarifikasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

”Penghentian sementara, kenapa kita berhentikan karena ada SK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 5 Januari 2022, sehingga kami menindaklanjuti dan menghentikan dulu,” ungkap Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kabupaten Jayapura Delila Giyai seperti dikutip paraparatv (1/3/2022).

Kepala PTSP kabupaten Jayapura Delila Giyai mengakui jika Perusahaan meski Perkebunan Kelapa Sawit PT Permata Nusa Mandiri sudah mengajukan izin untuk membuka area dan melakukan aktifitas konsesinya meski demikian Pemda masih menunggu surat klarifikasi dari Kementerian KLHK.

Ada Dua Perusahaan

Rosita juga mengakui, terdapat dua perusahaan yang melakukan aktifitas pembongkaran hutan dan penebangan kayu di wilayah Beneik, Distrik Unurumguay, Kabupaten Jayapura

”Ada dua perusahaan. Yang satunya PT Permata Nusa Mandiri (PNM) untuk persiapan (perkebunan) sawit, dan yang satunya untuk kayu karena ada bongkar-bongkar jalan di dalam area itu," ungkapnya.

Ditambahkannya, kawasan hutan yang ditebang oleh kedua perusahaan itu termasuk dalam kawasan konservasi cagara alam yang di lindungi seluas seribu hektar. Kawasan itu juga menjadi habitat atau rumah bagi satwa liar yang dilindungi seperti Burung Cenderawasih dan lainnya, sehingga sangat disayangkan jika habitatnya rusak.

Selain itu ruang kelola hidup masyarakat setempat juga dipastikan akan hilang dengan adanya penebangan dan penggusuran secara besar-besaran hutan masayarakat adat sebagai tempat hidup

”Sawit ini kan tidak menguntungkan bagi masyarakat adat. Masyarakat adat tidak bisa bekerja seperti begitu, mereka kerjanya secara tradisional tidak menetap sehingga sangat sulit untuk beradaptasi," tuturnya.

Menurutnya lagi, ada 6 marga masyarakat yang mendiami kawasan hutan tersebut yakni Bano, Kekri, Sawa, Kasmando, Tecuari, dan Gosto. Aktivitas keseharian mereka kini terancam karena kehadiran investor sawit.

Editor: Fadli Gaper

  • sawit papua
  • masyarakat adat

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!