NASIONAL

Genjot Serapan Produk Lokal, Pemerintah Hapus SNI untuk UKM dan Bagi-bagi Kartu Kredit

Ilustrasi: Ibu rumah tangga memproduksi sepatu rajut di industri rumahan By Dilla Collections, Kalic

KBR, Jakarta— Pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) tidak lagi diwajibkan menggunakan label Standar Nasional Indonesia (SNI) pada produk-produk yang diperdagangkan melalui e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang.Jasa Pemerintah (LKPP).

Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Abdullah Azwar Anas menyebut, keputusan itu berlaku menyusul target pemerintah untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dan UMK-koperasi sebesar Rp424,8 triliun.

"Arahan Bapak Presiden kemarin SNI itu hanya untuk produk yang menyangkut keselamatan jiwa dan keselamatan orang. Misalnya, obat atau jarum suntik. Tapi kalau bangku dan seterus yang tidak terkait dengan ini, diminta dicoret SNI-nya. Inilah saya kira angin segar baru. Nanti di e-katalog teman-teman UMK tidak harus mencantumkan harus memenuhi syarat untuk SNI. Tinggal dicantumkan saja nanti produknya, Ini ber-SNI atau tidak," kata Anas dalam acara Sosialisasi Percepatan penyediaan 40 persen Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Selasa (15/3/2022).

Baca Juga:

Menurut Azwar Anas, penggunaan label SNI selama ini sudah menghambat pengusaha UMK lokal untuk masuk ke dalam e-katalog. Hal ini tak pelak membuat banyak pengusaha UMK mengurungkan niat untuk menjajaki proses lelang tersebut.

Selain itu, kata dia, nantinya pengusaha UMK lokal akan diberikan kartu kredit pemerintah. Ini dimaksudkan agar proses pencairan utang pemerintah pusat dan daerah kepada para pengusaha dapat dipercepat. 

Selama ini banyak pengusaha UMK yang mengeluh dan enggan menjual produk ke pemda lantaran proses pencairan utang memakan waktu yang cukup lama.

"Ini yang bikin pusing di daerah. Kadang dia masuk barang tiga bulan empat bulan baru dibayar. Ini tentu dirasakan oleh teman-teman semua. Maka kadang dia untuk jualan ke pemda agak malas, kadang juga lewat pihak ketiga. Oleh karena itu, maka kami atas saran bapak presiden kita telah putuskan untuk segera memberlakukan kartu kredit pemerintah. Begitu juga kartu kredit pemerintah daerah," sambungnya.

Anas menyampaikan, saat ini pihaknya bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah menyelesaikan peraturan menteri terkait penerbitan kartu kredit daerah agar bisa segera digunakan oleh pengusaha lokal. 

Nantinya, kata Anas, pencairan dana dapat dilakukan di awal setelah proses selesai, sehingga pemda tidak lagi butang.

Dia menegaskan, penggunaan kartu kredit ini memungkinkan pengusaha mendapatkan bunga sebesar 0 persen dan tenor hingga tiga bulan. 

Selain itu, LKPP juga tengah bernegosiasi bekerja sama dengan perbankan untuk memberikan tenor enam bulan terhadap transaksi produk UKM di e-katalog.

"Insyaallah angin segar baru bagi teman UMK untuk mau memasukkan produk ke Pemda. Tentu bukan hanya oleh-oleh, mulai ATK (alat tulis kantor), kemudian beras dan lain-lain atau makan minum bisa beli di UMK. Begitu juga terkait dengan peraturan yang lain ini sedang kita tuntaskan termasuk juga terkait dengan regulasi-regulasi yang lain," ungkapnya.

Anas juga mengingatkan setiap pemerintah daerah untuk menyerap produk UMK, setidaknya 40 persen dari total belanja daerah. 

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditunjuk sebagai badan yang akan mengaudit penggunaan belanja itu. Jika tidak mencapai target, lanjutnya, maka pemda tersebut akan dikenai sanksi.

"Kalau tidak sampai 40 persen, arahan bapak presiden kemarin, pemda akan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan. Dan Pak Mendagri bersama BPKP dan LKPP setiap tiga bulan akan mengumumkannya. Nanti pemda mana yang belanja UMK dan PDN-nya tinggi akan diumumkan dan di waktu tertentu bapak presiden juga akan mendapatkan laporan dan akan diumumkan," pungkasnya.

Editor: Agus Luqman

  • UMKM
  • kredit UMKM
  • umkm digital
  • SNI
  • kartu kredit
  • LKPP
  • e-katalog

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!