NASIONAL

Dewan Energi: Solar Bersubsidi Disalahgunakan karena Tingginya Disparitas Harga

""Kalau selisihnya besar itu cenderung orang membeli di SPBU siang malam nanti di jual ke industri atau konsumen-konsumen yang mengonsumsi solar nonsubsidi.""

Ranu Arasyki

Ilustrasi: Petugas melayani pembelian BBM solar di sebuah SPBU di Kota Madiun, Jawa Timur. Selasa (1
Ilustrasi: Petugas melayani pembelian BBM solar di sebuah SPBU di Kota Madiun, Jawa Timur. Selasa (19/10/2021). (FOTO: Antara/Siswowidodo)

KBR, Jakarta— Aksi borong massal yang dilakukan sejumlah konsumen membuat kelangkaan pasokan bahan bakar solar bersubsidi di berbagai SPBU. 

Kelangkaan solar bersubsidi membuat banyak sopir truk angkutan logistik sehingga harus rela antre berjam-jam.

Sekretaris Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan, kelangkaan ini terjadi akibat disparitas harga antara solar bersubsidi dan nonsubsidi terlampau jauh.

"Harga di pasar yang nonsubsidi sebetulnya sudah tinggi, Kalau Dex sudah belasan ribu. Sementara solar subsidi harganya Rp5.150. Jadi, selisihnya besar hampir Rp10.000-an. Kalau selisihnya besar itu cenderung orang membeli di SPBU siang malam nanti dijual ke industri atau konsumen-konsumen yang mengonsumsi solar nonsubsidi. Itu selalu terjadi kalau komoditi subsidi dan nonsubsidi itu rentangnya cukup jauh," kata Djoko Siswanto kepada KBR, Senin (28/3/2022).

Baca Juga:

Menurut Djoko Siswanto, kondisi itu membuat konsumen cenderung menyalahgunakan stok solar di SPBU dengan cara menampung solar subsidi pada malam hari untuk dijual ke konsumen nonsubsidi. 

Akibatnya, lanjut Djoko, meski Pertamina menambah kapasitas pasokan, penyalahgunaan tersebut akan terus berlanjut.

Djoko meminta agar PT Pertamina (Persero) segera mengakselerasi program digitalisasi di setiap SPBU seperti pembayaran secara digital dan pencatatan nomor polisi bagi konsumen, sehingga data transaksi dapat dilacak.

"Seharusnya SPBU Pertamina ada yang sudah dipasang digital. Digital itu harus segera diterapkan. Misalnya, ada mobil Panther, itu kapasitas tangkinya berapa sih, paling 40—50 liter kan. Dimodifikasi itu bisa sampai ratusan, sampai 700 liter. Jadi mobilnya dimodifikasi jadi tangki bensin gitu. Truk juga belinya pakai jeriken. Jerikennya ditaruh di atas truk. Itu bisa dipantau sebetulnya oleh Pertamina SPBU mana dan jam berapa kelihatan," sambungnya.

Djoko mengatakan pengawasan melalui digital seharusnya dapat berjalan efektif untuk membatasi penjualan ke tiap konsumen berdasarkan kapasitas tangki setiap harinya. Dengan begitu, ketersediaan stok solar bersubsidi dapat terjaga di 7.000 unit lebih SPBU di Indonesia.

Editor: Agus Luqman

  • solar langka
  • Solar Subsidi Langka
  • Pertamina
  • Harga BBM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!