BERITA

Gabah Tahun Lalu Masih Menumpuk, Petani Tolak Impor Beras

"Gabah panen petani pada MT 2 tahun 2020 pun masih banyak yang disimpan dan belum terjual. Ini disebabkan serapan pasar gabah dan beras sangat minim."

Gabah Tahun Lalu Masih Menumpuk, Petani Tolak Impor Beras
Ilustrasi. Warga menjemur gabah di Serang, Banten, Rabu (24/3/2021). Di masa panen raya harga gabah petani turun, dan serapan rendah. (Foto: ANTARA/Asep Fathul)

KBR, Cilacap – Para petani di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah menolak rencana pemerintah untuk mengimpor beras, meski dengan dalih untuk menjaga cadangan ketahanan pangan.

Petani menolak beras impor karena stok gabah dan beras di Cilacap sebagai salah satu kabupaten wilayah lumbung pangan nasional ini masih menumpuk. Stok menumpuk karena seretnya pasar gabah dan beras.

Ketua Serikat Tani Mandiri (STAM) Cilacap, Petrus Sugeng mengatakan petani baru saja panen raya masa tanam pertama (MT 1) dengan panen yang cukup memuaskan. Ini didukung cuaca yang baik dan minimnya serangan hama.

Selain itu, kata Petrus, gabah panen petani pada MT 2 tahun 2020 pun masih banyak yang disimpan dan belum terjual. Ini disebabkan serapan pasar gabah dan beras sangat minim.

Kondisi ini menyebabkan harga gabah dan beras di tingkat petani semakin menurun.

Saat ini harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani berkisar antara Rp3.500 hingga Rp3.800 per kilogram. Dalam kondisi normal, hasil panen MT 1 biasa dijual dengan harga antara Rp4.500 hingga Rp5.000 perkilogram, tergantung kualitas dan varietas padinya.

“Sangat disayangkan kalau pemerintah tetap memaksakan impor beras. Kita di lapangan setiap harinya mengetahui, dan tahu persis, terkait dengan harga beras. Termasuk juga karena habis panen raya. Sementara, beras (gabah) panen tahun lalu saja masih banyak yang belum terkonsumi, atau terjual, atau terdistribusi,” kata Petrus Sugeng.

Petrus Sugeng khawatir, jika terealisasi, impor beras akan semakin mencekik petani.

Saat ini petani tidak bisa menjual gabah karena stok melimpah dan minimnya serapan pasar. Kalau pun berhasil menjual, gabah petani berharga sangat murah. Impor akan menyebabkan harga semakin jatuh.

Serapan kurang maksimal

Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), Sutarto Alimoeso, mengingatkan Perum Bulog agar di periode tahun ini segera melakukan penyerapan panen raya secara maksimal.

Hal ini dilakukan lantaran panen raya akan yang akan berlangsung hingga bulan April. Menurut Sutarto, ada potensi surplus 4 juta ton beras selama panen raya. Karena iu, impor beras dianggap belum perlu dilakukan.

"Kalau melihat bagaimana mengatur stabilisasi harga pangan khususnya beras di Indonesia, itu pemerintah mau tidak mau harus punya stok. Tidak mungkin tidak punya stok. Inilah yang keputusan pemerintah (mengamankan) sekitar 1,5 juta ton (stok). Sebenarnya kalau kita berbicara ini untuk mengamankan (stok) produsen juga, sebenarnya (Indonesia) surplus kita 4 juta lebih sampai April," ujar Sutarto dalam Webinar Bertajuk "Reformulasi Kebijakan Perberasan" di Youtube Alineadotid, Senin (22/3/2021).

Sutaro mengatakan bulan Maret hingga April adalah bulannya produksi, dimana para petani mulai menyambut datangnya pundi-pundi.

Dia berharap, pemerintah mempertimbangkan secara matang rencana impor 1 juta beras.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi mengungkapkan, latar belakang diputuskannya kebijakan impor beras sebanyak 1 juta ton pada tahun ini. Utamanya didorong stok beras cadangan Bulog yang rendah.

Lutfi mengatakan, Bulog memiliki penugasan untuk menjaga stok cadangan beras atau iron stock sebesar 1 juta-1,5 juta ton setiap tahunnya.

Editor: Agus Luqman

  • Beras Impor
  • impor beras
  • pertanian
  • ketahanan pangan
  • Beras
  • Menteri Perdagangan
  • Bulog

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!