BERITA

Ahli Molekuler: Akurasi Rapid Test Virus Hanya 30 Persen, Tidak Bisa Diandalkan

"Rapid test disebut berpotensi menghasilkan 70 persen hasil 'negatif' covid-19 yang palsu."

Lea Citra

Ahli Molekuler: Akurasi Rapid Test Virus Hanya 30 Persen, Tidak Bisa Diandalkan
Petugas mengumpulkan sampel darah anggota DPRD Kota Bogor dalam pemeriksaan virus corona di Bogor, Jawa Barat, Kamis (19/3/2020). (Foto: ANTARA/Arif Firmansyah)

KBR, Jakarta- Ahli molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo menyebut tingkat akurasi rapid test (pemeriksaan cepat) virus corona hanya sekitar 30 persen untuk mendeteksi virus Covid-19.

Ahmad Rusdan Handoyo Utomo mengatakan, rapid test hanya dapat dijadikan penunjang dari tes spesimen yang sudah ada.

Sebab, kata Rusdan, rapid test berpotensi menghasilkan 70 persen hasil 'negatif' covid-19 palsu.


"Rapid test itu betul-betul tidak bisa diandalkan. Soalnya rapid test ini tidak bisa membedakan, apakah orang ini sedang sakit atau orang ini sudah sembuh. Karena sama-sama positif. Kalau kita bicara rapid test itu biasanya yang berbasis antibodi. Tapi dugaan saya, ya mungkin pemerintah ini hanya pertama. Jadi rapid test yang kualitatif, hanya bisa mengatakan yes or no gitu," kata Ahmad Rusdan ketika dihubungi KBR, Kamis (19/3/2020).


Konsultan genom di Laboratorium Kalbe ini menilai pemerintah tak dapat menggantikan tes spesimen atau PCR (Polymerase Chain Reaction).


Menurut Ahmad Rusdan, akuransi PCR mencapai di atas 70 persen. Menurutnya, tak ada satupun artikel ilmiah yang menunjukkan pengunaan rapid test untuk memastikan seorang bebas Covid-19.


"Data-data yang ada saat ini, itu menggunakan ART-PCR. Saya malah belum lihat ada jurnal ilmiah yang melaporkan, bahwa dari sekian puluh ribu atau ratusan ribu kasus yang positif, yang positif itu pakai rapid test," kata Rusdan.


"Setahu saya itu ini masih pakai ART-PCR. Rapid test itu mungkin pengunaannya sebagai back-up aja. Misalnya, begini untuk rapid test itu kemungkinan besar penggunanya tadi di bandara, di pelabuhan. Di mana kita bicara orang yang mobile, orang yang keluar masuk," lanjutnya.


Ahmad Rusdan menyebut, saat ini terdapat dua jenis rapid test. Jenis pertama hanya mengukur antobodi, sedangkan jenis kedua dapat mendeteksi virus Covid-19. Namun tetap melakukan uji di lab dengan waktu sekitar satu jam.


"Memang penting sekali dari penegakan diagnosis. Jadi lini pertama, karena memang seed-nya sendiri di instruksinya itu digunakan sebagai auxiliary. Auxiliary itu sebagai penunjang, bukan lini pertama. Ini harus kita ketahui juga. Jadi jangan menggunakan (rapid test) ini sebagai lini pertama, tetap harus diukur dengan PCR. Jadi rapid test ini memang tidak bisa menggantikan ART-PCR. Maka penggunaannya harus tepat. Satu-satunya yang bisa saya bayangkan, ini usefull lebih ke surveilans," jelasnya.


Ahmad Rusdan menyarankan saat ini pemerintah harus memikirkan pola pengelolaan penggunaan rapid test. Sebab waktu 20 menit untuk pemeriksaan bukanlah waktu yang sebentar, dan bisa menimbulkan antrian. Ahmad menganggap penting jaga jarak sosial saat tes Covid-19.


"Kalau misalnya, akhirnya orang sampai antri di ruangan yang sama, desak-desakan. Ya kita sudah gagal ini. Artinya apa? Yang awalnya sehat malah bisa tertular. Walaupun dia katakan singkat, pendek sekitar 20 menit. Tapi itu harus dipikirkan bagaimana di bandara itu, ada kayak semacam posko-posko, yang banyak. Jadi orang tidak dekat-dekatan untuk saling menunggu," pungkasnya.


Selain itu Rusdan mengatakan, Laboratorium PT Kalbe belum melakukan tes Covid-19. Sebab masih mencari perlengkapan APD yang langka dan mendiskusikan operasional pemeriksaan dengan Kemenkes.


Ia mengungkapkan, keselamatan pegawai menjadi prioritas saat ini.


Editor: Agus Luqman

Catatan Redaksi: Judul dan posisi jabatan narasumber telah direvisi atas permintaan narasumber. Hasil koreksi dimuat dengan judul Ahli Molekuler: Akurasi Rapid Test Virus Hanya 30 Persen, Tidak Bisa Diandalkan 


  • COVID-19
  • virus corona
  • rapid test
  • Kesehatan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!